JAKARTA - Memantau pelaksanaan UU No 19 th 2003 tentang BUMN, Komite IV DPD RI melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Dirut. PT Pos Indonesia (persero) dan PT Pegadaian (persero), di komplek parlemen, pada hari senin (22/1/2018).

Dalam rapat tersebut Dirut PT. Pos, Gilarsi W. Setijono menyampaikan Pos menjadi BUMN yang memenuhi kebutuhan logistik masyarakat Indonesia.

"Kita menjembatani kebutuhan logistik, misi kami adalah bagaimana pos menjadi aset bagi negara. Di usia PT Pos yang ke - 272 tahun tahun ini, kami terus berubah untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan peningkatan servis yang lebih baik lagi,” terangnya.

Menurut keterangan Gilarsi, sejak tahun 1995 PT. Pos tidak lagi terima bantuan modal dan mulai kewalahan dengan pergeseran kiriman surat ke barang.

“Kami punya kantor dimana-mana, yang relevan untuk surat, ketika surat sudah bergeser menjadi barang itu sudah membuat kami kewalahan karena sudah tidak relevan lagi, kami butuh penambahan investasi melalui partner,” katanya.

Menurut Ketua Komite IV DPDRI Ajiep, seharusnya tarif pengiriman bisa diatur sendiri oleh PT. Pos.

"Tarif pos saat ini diatur pemerintah padahal PT Pos itu bentuknya persero harusnya bisa tetapkan sendiri tarifnya,” terang Ajiep.

Dengan perbaiki teknologi, fasilitas, dan servis lainnya PT Pos yakin bisa bersaing, walaupun subsidi yang diterima dari pemerintah hanya parsial yang tidak memenuhi operasional pos secara utuh.

Sementara itu PT. Pegadaian yang diwakili oleh Direktur produk PT pegadaian, Harianto Widodo, menyampaikan bahwa Pegadaian 100% dimiliki pemerintah.

"Pegadaian 100% dimiliki pemerintah, dengan usaha yang berbasis gadai dan fidusia, memiliki 13.500 karyawan, sedangkan yg dibawah outsourcing sekitar 12ribuan,” paparnya.

Harianto menjelaskan sampai saat ini, prosesntase pinjaman dibawah 5 juta yang akses 87%, 25% pinjam 1-2 juta, dimana 72% nasabah pegadaian adalah perempuan di usia produktif. Dan dari sisi pendidikan kebanyakan berpendidikan di tingkat Sekolah Menengah Atas.

“Dari sisi equity, kami dapat penempatan modal 250 M dalam bentuk bangunan, di 2017 kami peroleh equity 18.3 t,” jelas Harianto.

Saat ini Pegadaian juga mengembangkan gadai tanah atau lahan sawah. “Kami juga kembangkan gadai tanah, untuk menindaklanjuti program prona, dimana sawah dan kebun produktif belum ada yg menerima, bahkan BPN juga memberikan lampu hijau, kami juga akan tempuh jalan house to house, karena kalo lewat notaris itu biayanya sekitar 1.5 juta sedangkan yang dbutuhkan oleh petani sekitar 12 jutaan. Hal ini sudah kami laksanakan pada salah satu desa di jawa tengah” kata Harianto.

Sementara itu senator Jawa Tengah Budiono mengeluhka soal tingginya bunga pinjaman di pegadaian.

"Masalah perlakuan dalam permodalan, ini tidak seperti bank pada umumnya, kalo bank bisa pinjam dari Bank Indonesia, kalau di pegadaian itu kan relatif tinggi bunga nya jika melakukan pinjaman," keluhnya.

Terkait dengan pertanyaan tingginya bunga di pegadaian, direktur keuangan teguh wahyono menjelaskan bahwa pegadaian memang menjalankan sistem komersil dalam pinjaman.

"Memang rate yg kami ambil komersial, yang pada umumnya, pertahun itu 8-9%, tapi semua itu bergantung juga pada besarnya pinjaman ds tenornya, di kami ada tenor 15 hari dan dengan nominal pinjaman yang tidak selalu besar, maka bunganya juga menyesuaikan. Tapi kedepan kami akan turun kan tingkat bunga, kami juga akan programkan untuk pinjaman 500 ribu maka tidak akan dikenakan bunga pinjaman," katanya.***