PADANG - Sumatera Barat optimis tahun 2018 akan lebih baik dari 2017. Selain pertumbuhan ekonomi Sumbar yang ditargetkan menjadi 5,1 hingga 5,5, ranah Minang juga akan melahirkan inovasi-inovasi yang 'brilian', salah satunya rencana ekspor rendang ke luar negeri.

Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno mengungkapkan, tahun 2018 mendatang akan diisi dengan sejumlah inovasi, termasuk pengolahan olahan kuliner khas Minang yakni rendang sebagai komoditas ekspor. Pemprov Sumbar bekerja sama dengan Puspitek LIPI untuk mentransformasikan olahan rendang agar memiliki periode simpan lebih lama.

Ditargetkan, rendang nantinya bisa disimpan hingga 1,5 tahun dan memungkinkan untuk diekspor ke pasar luar negeri seperti Eropa. "Ekspor meningkat akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Uang banyak beredar dari devisa, sehingga kemiskinan berkurang dan pengangguran berkurang," kata Irwan.

Dikatakan, tahun 2017 ditutup dengan nafas lega oleh Pemerintah Provinsi Sumatra Barat. Roda ekonomi di provinsi yang menggantungkan pertumbuhannya dari konsumsi masyarakat dan pengeluaran pemerintah ini, bisa dibilang 'mulus'.

Tingkat inflasi yang rendah dan kinerja perdagangan yang terus merangkak naik, menjadi dua prestasi yang patut disyukuri di tengah ekonomi global yang masih mendung. Tapi tantangan langsung mengadang di tahun 2018 nanti.

Pilkada, potensi kenaikan harga minyak dunia, dan risiko penurunan harga komoditas ekspor membayangi ekonomi Sumatra Barat di 2018. Lantas apa arah kebijakan ekonomi Sumbar tahun depan?

Prinsip kebijakan ekonomi Sumatra Barat tahun 2018 sebetulnya tak jauh berbeda dengan 2017 ini. Sejumlah kebijakan penting tetap dilanjutkan seperti penarikan arus wisatawan ke Sumbar, dorongan insentif bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan menyedot laju investasi.

Sementara demi menjaga laju konsumsi masyarakat dan daya beli, tingkat inflasi akan dijaga rendah dengan memastikan seluruh pasokan bahan pangan yang bergejolak tetap aman.

Pemprov sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2018 mendatang bisa lebih baik dari tahun ini. Kisarannya, ekonomi bisa tumbuh di rentang 5,1 hingga 5,5 persen. Penopang pertumbuhan ekonomi di tahun 2018 lagi-lagi adalah permintaan domestik termasuk perbaikan investasi dan pengeluaran pemerintah.

Dari sisi lapangan usaha, akan ditopang oleh perbaikan kinerja pertanian, industri pengolahan, dan transportasi pergudangan. Tapi risiko inflasi dibayangi oleh proyeksi kenaikan harga minyak dunia yang akan ditransmisikan ke harga BBM domestik.

Artinya, kenaikan harga BBM dan listrik dapat memberi tekanan inflasi pada kelompok volatile food dan kelompok inti melalui jalur kenaikan biaya transportasi dan ekspektasi inflasi.

"Tahun depan kami yakin pertumbuhan ekonomi lebih baik. Tahun depan ada Pilkada, namun kami yakin ekonomi tetap stabil. Inflasi tetap dijaga dan wisatawan tetap kami tarik," ujar Irwan, Sabtu (30/12).

Di sisi pariwisata, Pemprov Sumbar juga semakin serius menggarap identitas 'wisata halal'. Sejumlah kawasan wisata baru terus digarap, seperti Gunung Padang di Kota Padang, kawasan wisata Mandeh di Pesisir Selatan, dan destinasi eksisting lainnya bakal dipercantik.

Sektor pariwisata akan didukung oleh dibukanya sejumlah rute penerbangan baru, termasuk penerbangan langsung Padang-Singapura yang dimulai Februari 2018 nanti.

"Bersama dengan itu, kami jemput bola. Kami promosikan wisata Sumbar di Singapura. Promosi akan sepadan dengan banyaknya jumlah kunjungan, hotel penuh, UMKM banjir pesanan," ujar Irwan.

Sedikit kilas balik, kondisi perbaikan ekonomi Sumbar sepanjang 2017 ditopang oleh belanja masyarakat yang terjaga, pengeluaran pemerintah yang tak tersendat, dan perbaikan komoditas dagang seperti sawit dan karet.

Bahkan pada kuartal III 2017, ekonomi Sumbar mampu tumbuh 5,38 persen (year-on-year), dan menjadi yang tertinggi kedua di kawasan Sumatra, setelah Sumatra Selatan.

Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatra Barat tahun 2017 juga diproyeksikan bakal bertengger di rentang 5,1-5,5 persen (yoy). Gubernur Irwan Prayitno mengungkapkan, permasalahan ekonomi di Sumatra Barat dari tahun ke tahun sebetulnya tergolong seragam.

Sebagai daerah yang tidak bergantung pada komoditas pertambangan dan migas, Sumatra Barat sudah 'terbiasa' dengan roda ekonomi yang didorong konsumsi rumah tangga.

"Sumbar ini agraris, di mana pertumbuhan memang tak akan tinggi betul, namun ketika ada gejolak tidak ada anjlok betul," jelas Irwan. ***