Doloksanggul-Harga kol anjlok sudah 4 pekan lamanya, terhitung November 2017 menjadi Rp 200-Rp 300 per kilogram. Petani di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatra Utara pun merugi. Sedangan harga normal Rp 1.000/kg

A Siregar, salah satu petani di Desa Pearung, Kecamatan Paranginan, Humbahas mengaku tidak tahu penyebab anjloknya harga kol. Dari informasi yang berkembang di kalangan petani, penurunan harga disebabkan oleh minimnya permintaan sayur kol di pasar.

"Kondisi harga kol yang cukup murah, dari informasi yang berkembang, karena diakibatkan eskpor kol ke luar negeri sedang sepi. Sehingga para toke setop sementara,” ujarnya.

"Yang pasti, petani hanya menerima dan pasrah atas kondisi harga sayur kol ini. Kalau pun petani mengeluh, sudah pasti tidak ada solusi yang akan diberikan pemerintah. Petani hanya bisa berharap dan memohon doa kepada Tuhan agar rantai perdagangan sayur kol ini diberikan kemudahan dan kepastian kepada petani," katanya sembari duduk menatap kebun kolnya.

Senada juga dikatakan, N Sihite, petani kol di kecamatan Doloksanggul, Humbahas. Ia mengatakan, harga kol yang sangat murah, maka akan berdampak terhadap minat masyarakat petani untuk menanamnya.

"Harga Rp 5.000 per karung (30 kg). Sangat tidak manusiawi harga tersebut, sama saja dengan membunuh petani secara tidak langsung. Harga plastik karung saja sudah Rp 1.000, kami dipajak harus jual kol satu karung Rp 5.000,” ujarnya kesal.

Menurutnya, pemerintah juga selama ini mengabaikan pemantauan harga sayur. Sehingga petani selalu dihadapkan pada sikap pasrah.

Menurutnya, kalau kondisi harga seperti ini terus berlangsung, maka tidak menutup kemungkinan sayur kol itu akan diolah menjadi kompos. Itu dilakukan berdasarkan perhitungan nilai untung daripada harus menjual sayur ke pasar.

"Hal ini kerap dilakukan, karena bercampur rasa kecewa dengan kondisi harga kol sekarang ini," ujarnya.