JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Utara menolak untuk membatalkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam perkara persekongkolan (kartel) harga jual skuter matik kelas 110-125cc.

Penolakan disampaikan oleh majelis hakim pada sidang putusan yang melibatkan Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) sebagai pemohon keberatan I dan Astra Honda Motor (AHM) pemohon keberatan II hari ini Selasa (5/12).

Keputusan dibacakan Ketua Majelis Hakim Titus Handi dalam sidang yang berlangsung selama sekitar 40 menit.

Titus didampingi I Wayan Wirjana dan Maringan Sitompul sebagai hakim anggota menyampaikan bahwa dengan segala pertimbangan telah disepakati untuk menolak segala eksepsi yang diajukan pemohon. Keputusan sendiri telah dibuat sejak 28 November dan dibacakan hari ini.

?"Poin pertama adalah menolak permohonan keberatan satu dan dua," ucap Titus saat sidang.

Selain itu pada poin kedua yang dibacakan, Titus menyatakan menguatkan putusan KPPU terkait adanya pemukatan yang dilakukan Yamaha dan Honda soal harga. Terakhir, ada biaya sidang yang dibebankan kepada keduanya, yakni sebesar Rp700 ribuan.

Sebelumnya, lantaran tidak terima dengan putusan KPPU, Yamaha dan Honda memilih menempuh jalur hukum dengan mengajukan keberatan ke PN Jakarta Utara. Bahkan, Yamaha saat itu sempat mengajukan untuk pemeriksaan tambahan, namun ditolak.

Sidang keberatan atas kasus itu di PN Jakarta Utara sudah berlangsung tiga kali dan kini yang terakhir dengan agenda pembacaan putusan.

Sekadar informasi, Yamaha dan Honda diputus bersalah pada 20 Februari 2017 oleh KPPU karena terbukti melakukan kartel. KPPU memutus kedua perusahaan itu bersalah karena membuat kesepakatan harga terhadap sepeda motor jenis skuter matik 110-125 cc.

Kesepakatan tersebut ditindaklanjuti lewat perintah melalui surat elektronik bahwa Yamaha akan mengikuti harga jual Honda. 

Keduanya lantas dikenakan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Tentang Larangan Membuat Perjanjian dengan Pelaku Usaha Pesaing untuk Menetapkan Harga Atas Suatu Barang dan Jasa.

Mereka dikenakan sanksi administratif berupa denda. YIMM didenda sebesar Rp25 miliar, sedangkan AHM didenda lebih kecil nominalnya, sebanyak Rp22,5 miliar. ***