MEDAN-Pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Dr Anang Anas Azhar MA menilai, perolehan suara Partai Golkar pada Pemilu 2019 diprediksi tetap survive (bertahan).

Kader/simpatisan Golkar tak perlu khawatir secara berlebihan terhadap opini suara Golkar akan anjlok terkait penahanan ketua umumnya, Setya Novanto oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

"Pemilih sekarang sudah cerdas. Sebagian sifat pemilih cenderung pragmatis, karenanya, kader dan simpatisan tidak perlu khawatir, jika suara Golkar anjlok," kata Anang Anas Azhar dalam keterangan tertulisnya.

Dosen Pascasarjana UINSU ini justru berpendapat, penahanan Setya Novanto dapat menjadi momentum yang tepat bagi partai beringin itu untuk melakukan evaluasi besar-besaran. Bahkan, jika dimungkinkan evaluasi besar-besaran itu berujung pada munas luar biasa atas kesepakatan pengurus Golkar di seluruh tingkatan.

"Penahanan Setnov oleh KPK merupakan langkah tepat. Dan di sinilah celah Golkar untuk melakukan evaluasi. Tapi, kalau berlarut-larut misalnya, maka terkesan ada pembelaan, dan persepsi publik justru tidak baik kepada Golkar," kata Anang.

Anang menyebutkan, survive-nya suara Golkar pada Pemilu 2019 dapat dilihat dari beberapa analisa. Pertama, pemilih di tingkat menengah ke bawah sangat mudah lupa. Ketika menjelang pemilu, pemilih justru tidak mengingat ke belakang apa kesalahan dari elit Golkar. Tetapi justru pemilih di tingkat ini sedikit bersikap pragmatis.

"Golkar sangat cerdas untuk mengatasi pemilihan menengah ke bawah," kata Anang.

Kedua, kata Anang, Partai Golkar memiliki infrastuktur SDM yang kuat. Kekuatan Golkar saat ini ada di tingkat kader-kadernya yang sedang menjabat kepala daerah/wakil kepala daerah.

"Fakta politik ini saya kira menjadi acuan utama. Sebab, tidak mungkin kader yang memiliki jabatan sebagai kepala daerah membiarkan suara Golkar anjlok," kata Anang.

Sedang yang ketiga menurut dia, Partai Golkar merupakan partai politik yang tertua dan paling dewasa dalam mengatasi setiap gejolak internal. Dari pengalaman konflik Golkar sebelum Pemilu 2014, banyak kalangan memprediksi suara Golkar bakal menurun, tapi justru sebaliknya Golkar menjadi partai politik pemenang pemilu.

"Saya kira, kedewasaan Golkar mengatasi masalah, tidak serta merta suara Golkar akan mengalami penurunan drastis," katanya.

Keempat, menurut alumni doktor Komunikasi Islam UINSU ini, Golkar sangat pandai merawat konsituennya. Termasuk sejumlah tokoh masyarakat yang jumlahnya tersebar di seluruh nusantara.

"Dari dulu, Golkar tidak pernah meninggalkan para tokohnya, dan kader Golkar pandai merawat tokoh masyarakat. Saya kira, fakta inilah yang bakal membuktikan Golkar tetap survive pada Pemilu 2019," kata Anang.

Dia menyarankan agar Partai Golkar terus melakukan konsolidasi menyongsong Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Jika tidak dilakukan, maka akan merugikan Golkar sendiri.