MEDAN - Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara menghadirkan sejumlah guru honor dalam kegiatan "Diseminasi Rapid Assesment Pengajar di Sekolah Negara yang Tidak Dibayar Layak" di Hotel Polonia, Medan, Jumat (3/11/2017). Kegiatan ini merupakan ajang bagi ombudsman RI Perwakilan Sumut untuk menyampaikan hasil kajian cepat (Rapid Assesment) yang mereka lakukan atas persoalan yang dihadapi oleh para guru honorer yang ada di Sumatera Utara.

Salah seorang guru honor yang hadir Asco Simarmata dalam kesaksiannya mengatakan hingga saat ini nasib guru honorer masih sangat memprihatinkan dimana dari sisi penghasilan, mereka belum mendapatkan upah/gaji yang layak.

"Pada tahun 2004 lalu saya hanya menerima Rp 250 ribu per bulan. Dan terus naik hingga saat ini tahun 2017 saya diupah Rp 650 ribu per bulan," katanya pada pertemuan yang dihadiri oleh kalangan Dinas Pendidikan, pemerhati pendidikan dan pihak lain yang berkaitan dengan persoalan guru honor tersebut.

Asco menjelaskan, minimnya penghasilan mereka ini membuat para guru honor kerap kesulitan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Untuk urusan ini, ia mengaku tidak sungkan melakoni berbagai kegiatan lain untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

"Saya pernah menjadi tukang parkir di Jambur Namaken, kemudian saat ada pembangunan di Johor saya jadi kuli bangunan. Lanjut saya juga kemudian mengumpulkan anak-anak untuk memberi les, itu semua saya lakukan hanya untuk memenuhi nafkah keluarga," ujarnya.

Meski hidup dengan kondisi serba memprihatinkan tersebut, namun guru yang menjadi honorer sejak 2004 di SMP Negeri Medan ini mengaku tetap berkomitmen membawa anak-anak didiknya untuk berprestasi.

"Kalau dalam bidang saya, saya kebetulan guru olah raga, sudah sangat banyak prestasi anak-anak SMP Negeri 6 Medan yang kami raih. Pialanya bisa dilihat di lemari kantor SMP Negeri 6, mulai dari kejuaraan Paskibra dan banyak lainnya," pungkasnya.

Asco mengaku pernah diminta untuk mengajar pada salah satu sekolah internasional di Kota Medan. Namun ia mengaku tidak betah karena merasa ilmu yang dimilikinya harus disalurkan kepada anak-anak generasi bangsa.

"Kalau disana (sekolah internasional) saya merasa tidak menemukan kecocokan, karena yang saya ajari justru orang luar," demikian Asco.