BATUBARA-Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Tengku Erry Nuradi mengajak para pemuda senantiasa meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berguna bagi diri sendiri, nusa, bangsa dan agama.

Bukan hanya satu bangsa, bahasa dan satu tanah air. Tetapi para pemuda di daerah ini harus memiliki kualitas dan mampu bersaing dalam membangun Indonesia terutama Provinsi Sumatera Utara.

“Para pemuda harus terus meningkatkan kualitas SDM-nya agar tidak mudah dipecah belah dan mampu bersaing,” tandas Tengku Erry saat bertindak sebagai Inspektur Upacara (Irup) pada peringatan Hari Sumpah Pemuda (HSP) ke-89 tingkat Provinsi Sumatera Utara di Lapangan Sepak Bola Jl. Perintis Kemerdekaan, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara.

Hadir pada kesempatan itu Plt Bupati Bara RM Harry Nughroho, FKPD Provinsi dan Kabupaten Batubara, tokoh masyarakat, ulama dan para kepala SKPD Batubara, seribuan peserta upacara.

Dalam kesempatan tersebut, Tengku Erry juga mengharapkan para pemuda memanfaatkan teknologi informasi untuk lebih bersatu dalam membangun Indonesia khususnya Sumatera Utara. “Dengan adanya teknologi informasi, media sosial dan kemajuan teknologi  saat ini, jangan menjadi pemecah belah pemuda. Kita bangkitkan kembali semangat persatuan para orang tua kita terdahulu untuk membangun negeri Indonesia tercinta, khususunya Sumatera Utara,” ujar Erry.

Dalam amanat Menpora yang dibacakan Gubsu Erry, memaparkan bahwa 89 tahun yang lalu, tepatnya 28 Oktober 1928, sebanyak 71 pemuda dari seluruh penjuru tanah air berkumpul di sebuah di Jalan Kramat Raya, Daerah Kwitang Jakarta. Mereka mengikrarkan diri sebagai satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, yaitu Indonesia.

"Sungguh, sebuah ikrar yang sangat monumental bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia, ikrar ini nantinya 17 tahun kemudian melahirkan Proklamasi Republik Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945," tegas Erry.

Dilanjutkan, Sumpah Pemuda dibacakan pada arena Kongres II, yang dihadiri pemuda lintas suku, agama, dan daerah. “Jika kita membaca dokumen sejarah Kongres Pemuda ke-2, kita akan menemukan daftar panitia dan peserta konggres yang berasal dari pulau-pulau terjauh Indonesia. Secara imaginatif sulit rasanya mereka dapat bertemu dengan mudah,” ungkapnya.

Dari belahan barat Indonesia, terdapat nama Mohammad Yamin, seorang pemuda kelahiran Sawah Lunto, Sumatera Barat yang mewakili organisasi Pemuda Sumatera, Jong Sumatranen Bond. Dari belahan timur Indonesia, ada pemuda bernama Johannes Leimena, kelahiran Kota Ambon, Maluku, mewakili organisasi pemuda Jong Ambon. Ada juga Katjasungkana dari Madura, ada juga Lefrand Senduk mewakili Organisasi Pemuda Sulawesi Jong Celebes. Dia menggambarkan bagaimana seorang Mohammad Yamin dari Sawah Lunto dapat bertemu dengan Johannes Leimena dari Ambon. Padahal jarak antara Sawah Lunto dengan Kota Ambon lebih dari 4 ribu kilometer, hampir sama dengan jarak antara Kota Jakarta ke Sanghai di Tiongkok.

Sarana transportasi umum saat itu masih mengandalkan laut, sehingga dibutuhkan waktu berminggu-minggu untuk bisa sampai ke kota mereka. Alat komunikasi pun masih terbatas, mengandalkan korespondensi melalui kantor Pos. Hari ini surat dikirim, satu dua bulan kemudian barulah sampai di alamat tujuan.

"Belum lagi kalau kita bicara tentang perbedaan agama dan bahasa, Mohamad Yamin beragama Islam berbahasa Melayu, Johannes Leimena beragama Protestan berbahasa Ambon, begitu juga Katjasungkana Senduk dan 71 pemuda peserta konggres lainnya," ucap Erry.

Mereka memiliki latar belakang agama, suku, bahasa, dan adat istiadat yang berbeda-beda. Namun fakta sejarah menunjukkan bahwa sekat dan batasan tersebut tidak menjadi halangan bagi Pemuda Indonesia untuk bersatu demi cita-cita besar Indonesia. “Inilah yang kita sebut dengan berani bersatu,’’ tandas Erry.