MEDAN-Koordinator Gerbraksu Saharuddin menilai bahwa Reklamasi teluk Jakarta, Reklamasi Paluh Kurau, dan Reklamasi Pantai Belawan yang dikerjakan oleh Pelindo I dan Kementrian Perhubungan Tahap I dan II tidak berpihak pada kepentingan para nelayan dan masyarakat.

Pasalnya, dengan adanya reklamasi, terapat hal-hal yang merugikan masyarakat, khususnya nelanyan, antara lain adalah bergesernya areal tangkapan nelayan, merubah koordinat tangkapan dan modal melaut, rusaknya biota laut, menurunnya hasil tangkap, dan meningginya debit air saat pasang atau banjir rob.

"Meskipun dalihnya sama yaitu investasi dan kepentingan pembangunan, akan tetapi secara umum dampak nya tetap sama, merugikan masyarakat, khsusunya nelayan," katanya melalui pesan tertulis.

Selain itu, jelas Saharuddin, tingginya banjir rob tidak dapat dilepaskan dari faktor gudulnya hutan bakau (mangrove) di daerah tersebut akibat penimbunan (reklamasi) Pantai Laut Belawan oleh Pelindo I.

"Untuk itu kami bersama sejumlah Warga Pesisir dan Nelayan meminta agar Pelindo 1 me-nyetop (stanvaskan) Pekerjaan Reklamasi di Belawan baik Pekerjaan Tahap I dan Tahap II sebelum menyelesaikan proses sosialisasi secara konstruktif terhadap para pihak yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung," tegas Saharuddin.

"Bedah ulang proses penyusan Kajian dokumen AMDAL secara terbuka dengan melibatkan para pihak yang terkena dampak," tambahnya.

Oleh karena itu, Gerbraksu bersama Persatuan Anak Nelayan Tradisional, warga pesisir dan nelayan mendesak Kepala BLH Sumut, Kadis Perikanan dan Kelautan, serta DPRD Sumut untuk menindaklanjuti aspirasi mereka.

"Persatuan Anak Nelayan Tradisional, warga pesisir dan nelayan yang terkena dampak reklamasi pelindo 1 meminta agar Kepala BLH Sumut, Kadis Perikanan dan Kelautan serta DPRDSU untuk menyahuti aspirasi ini sebgaimaa mestinya," ujar Saharuddin.

Selain itu, Saharuddin juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawasi adanya dugaan penyalahgunaan uang negara dalam reklamasi tersebut.

"Kami juga meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi secara serius mengawasi dugaan penyalah gunaan keuangan negara dari mulai proses Perizinan/Regulasi sampai pelaksanaan yang sudah 40 persen," pintanya.