JAKARTA - Ketua Lembaga Pengkajian MPR RI Rully Chairul Azwar mengungkapkan, pendidikan Indonesia saat ini harus lebih diperhatikan secara lebih serius. Tentu sudah banyak kemajuan yang selama ini dicapai dalam sektor pendidikan pada upaya meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa.

Meskipun begitu, tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak pula permasalahan di dunia pendidikan kita yang membuat capaian itu belum sepenuhnya mewujudkan misi ideal yang diinginkan oleh konstitusi.

Harus jujur diakui masih banyak masalah yang membuat tingkat daya saing Indonesia di tingkat regional dan global masih belum cukup memuaskan.

"Peringkat daya saing sesuai hasil riset World Economic Forum yang dimiliki belum lama ini memperlihatkan posisi Indonesia yang menurun pada 2015-2016. Indonesia berada di peringkat 37 dari 138 negara," jelasnya.

"Tahun 2016-2017 turun ke 41. Posisi ini di bawah negara serumpun seperti Singapura di tingkat 2, Malaysia dirangking 18 dan Thailand di level 32. Disamping itu, data Unicef tahun 2016 menunjukkan sebanyak 2,5 juta juta anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan," lanjutnya.

"Tidak berlanjutnya pendidikan ini sebagian besar dipicu oleh faktor ekonomi namun terdapat juga faktor kultur yang membuat anak Indonesia dan orang tuanya tidak tertarik pada pendidikan di Indonesia di sekolah,” terangnya, dalam forum Round Table Discussion Lembaga Pengkajian MPR RI 2017, di Gedung Nusantara V, Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10).

Selain itu, lanjut Rully, menurut laporan tentang Bank Dunia, pada World Development Report, Indonesia butuh waktu 45 tahun untuk mengejar ketinggalannya dari negara-negara maju di bidang pendidikan khususnya dibidang literasi sedangkan dalam bidang science, Indonesia membutuhkan 17 tahun untuk mengejar ketertinggalannya.

"Berdasarkan kondisi semacam itulah lembaga pengkajian MPR RI melakukan pengkajian atas topik ini,” katanya.

Diutarakan Rully, dalam dunia pendidikan Indonesia, biaya sekolah relatif makin mahal, ketersediaan prasarana guru dan mutu pendidikan relatif belum merata di seluruh tanah air. Program wajib belajar sembilan tahun berjalan.

Persoalannya sejauh mana program itu telah dilaksanakan. Lalu bahwa pemerintah saat ini sudah berupaya dengan program Kartu Indonesia Pintar dan program Bantuan Operasional Sekolah atau Bos, pertanyaan besarnya apakah program-program itu sudah sesuai kriteria pasal 31 ayat 2.

Semua kendala-kendala tersebut harus bener-benar diperhatikan secara lebih seerius, sebab konstitusi sendiri sangat tegas dan lugas memperhatikan soal pendidikan. Pada alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 tegas menyebutkan bahwa salah satu misi pembentukan pemerintah negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ini lantas tertuang dalam batang tubuh UUD NRI Tahun 1945 pada Bab 13 tentang pendidikan dan kebudayaan, khususnya pasal 31 yang terdiri dari 5 ayat, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk menumbuhkembangkan peserta didik agar menjadi manusia dewasa yang beriman dan bertakwa berbudi pekerti luhur menguasai pengetahuan dan keterampilan sehat jasmani dan rohani dari kepribadian yang mantap dan mandiri serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan yang tinggi.

Profesor BJ Habibie dalam pengarahan pada acara diskusi khusus lembaga kajian bukan Agustus lalu mengatakan bahwa pendidikan merupakan proses pembudayaan yang menghasilkan sumber daya manusia terbarukan muatan pendidikan saat ini harus beralih dari satu generasi ke generasi berikutnya.

"Diharapkan dalam acara Round Table Discussion 2017 bisa terhimpun sejumlah pemikiran mengenai beberapa persoalan utama soal pendidikan, yaitu antara lain, terkait pasal 31 ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 tentang akses pendidikan yang menjadi hak warga negara sejauh mana ini sudah dapat diwujudkan," tandasnya. ***