JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi PAN, Saleh Daulay mengaskan, bahwa banyak kasus WNI yang bekerja di luar negeri, sampai saat ini belum terselesaikan.

Bahkan dirinya menemukan kasus seperti warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri saat izinnya sudah habis tidak diperpanjang, dengan banyak faktor. "Ya salah satunya ada yang beralasan tidak punya uang, tidak sempat pulang ke tanah air dan lainnya. Akhirnya izinnya habis, sudah enggak ada karena sudah lebih dari lima tahun," ujarnya saat Diskusi Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Bagian Humas dan Pemberitaan DPR RI dengan tema 'Implementasi UU Perlindungan TKI dan Kendalanya'

Dan akhirnya lanjut dia, ada sebagian kasus malah yang bersangkutan menikah dengan sesama warga negara Indonesia di luar negeri dengan kondisi surat-suratnya sudah habis. "Kemudian punya anak, terus pertanyaannya, data anaknya dicatatkan kemana? Karena tidak pernah ada pencatatan pernikahan juga secara formal oleh Kementerian Agama," ujarnya.

Dan kalau tidak dicatatkan oleh negara, kata dia, berarti anak yang lahir tidak diakui sebagai warga negara oleh pemerintah disana. "Sebagai contoh, katakanlah di Malaysia, itu pasti tidak diterima sebagai warga negara sana. Sialnya lagi kita tidak dicatat, kan kasihan jadi warga negara yang tidak memiliki kewarganegaraan. Berbahaya ga? Berbahaya, jumlahnya banyak ga? Ya banyak," tegasnya.

Apapun ceritanya kata dia, usaha dia yang mengaku dirinya sebagai warga negara dengan cara mencatatkan namanya bagaimana pun caranya.

"Karena tanpa itu kan tidak bisa mengurus paspornya, tanpa dokumen dan segala macam ini enggak bisa ngurus, kenapa karena bisa pulang ke Indonesia. Kalau dia mau pulang ke Indonesia terus bagimana bawa anaknya, repot kan," tandasnya.

Hal Ini kata dia jadi catatan penting. Maka itu dirinya meminta pemerintah daerah harus betul-betul terlibat aktif dalam proses ini. Selain itu pemerintah daerah juga harus melakukan pelatihan sebelum bekerja.

"Dan selama bekerja disana itu monitor bagimana keadaannya, berapa yang sudah pulang, apa kejadian, jika disana terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, harusnya pemerintah daerah itu ikut berpartisipasi aktif bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri," tandasnya.

Apalagi kata dia, leading sector yang menangani masalah TKI sudah diperluas, mulai dari Kemenaker, BNP2TKI, Kemenlu, dan khusus didalam negeri terlibat secara aktif Kemendagri.

"Nah itu ketika mereka sudah pulang, itu kan ada program-program pemerintah misalnya, melakukan pelatihan kerja atau manajemen investasi, yang ngumpulin uang diluar negeri balik ke tanah air bisa menciptakan lapangan kerja di lingkungannya, maka mesti harus ada pelatihan-pelatihan manajemen investasi," tandasnya.

Dalam UU TKI kata dia, ada pelayanan terpadu satu atap, atau UPTSA, layanan terpadu satu atap ini juga butuh peran pemerintah daerah. "Jadi kita berharap PTSA ini akan menjaadi pusat pelayanan dari seluruh TKI kita," paparnya.

Dengan demikian, jika ada yang ke luar negeri dan tidak tercatat akan ketahuan berangkat dengan cara tidak formal, oleh lembaga-lembaga yang merekrutnya.

"Kalau tidak tercatat itu bisa dicari orangnya yang memberangkat itu. PTSA ini nantinya merupakan bagian dari monitoring pemberangkatkan khususnya para pekerja migran di di Indonesia," jelasnya.

Kemudian juga sambungnya, ada aturan dalam UU soal pelatihan koperasi, pelatihan operasional keahlian bekerja yang diajarkan oleh pemerintah maupun swasta. "Kita kan punya BLK banyak nih, dengan UU ini kita ingin memaksimalkan peran dari BLK itu untuk melatih tenaga kerja kita agar supaya ada skillnya. Kalau pun datang ke luar negeri skillnya hanya untuk merawat orang tua," bebernya lagi.

Kemudian kata dia, pihaknya juga menemukan beberapa kasus, dimana banyak tenaga kerja yang menggunakan jasa calo-calo. Tiba-tiba berangkat tanpa diketahui kepala desa. "Nah harusnya tak bisa begini. Kan sekarang tidak bisa berangkat tanpa diketahui PTSA," tandasnya. ***