MEDAN-Kalangan pengusaha angkutan transportasi yang selama beroperasi di Kawasan Industri Medan (KIM), akhirnya buka suara terkait praktek pungutan liar (pungli) ke Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Parlindungan Purba.

Praktek pungli ketika memasuki area KIM (pas masuk) sebesar Rp 15.000 dinilai tidak memiliki payung hukum dan legalisasi dan telah membebani pengusaha angkutan.

“Kutipan itu telah terjadi dari bulan Juli 2017 hingga saat ini, tidak memiliki legalitas yang sah. Dan bahkan, dalam penerapan kebijakan yang dilakukan pihak KIM tidak melibatkan Organda (Organisasi Pengusaha Angkutan Daerah). Dinilai penerapan itu secara sepihak oleh managemen KIM,” ucap Ery Salim selaku Ketua Angsuspel (Angkutan Khusus Pelabuhan) saat menyampaikan aspirasi ke Ketua Komisi II DPD RI, Parlindungan Purba di Medan, Sabtu (21/10/2017).

Menurutnya, praktek pungli kepada pengusaha angkutan pernah terjadi pada tahun 2015. “Sempat kebijakan sepihak itu distop, tapi kenapa hal ini terjadi lagi disaat pemerintahan Jokowi sedang gencarnya memberantas praktek pungli,” cetusnya.

Bahkan di lapangan, tambahnya, kutipan yang dilakukan secara ilegal itu mendapat ‘restu’ dari aparat yang melakukan pengawalan di pintu masuk KIM. “Jika tak membayar biaya pas masuk tersebut, maka supir angkutan tak diperbolehkan beroperasi di KIM,” beber Ery yang juga pengurus Organda Sumut.

Ery menekankan, jika pengutipan itu tetap terjadi maka pengusaha angkutan yang tergabung di Angsuspel maupun Organda akan melakukan sikap tidak melayani ‘order’ ekspor dan impor di KIM.

“Kita (Angsuspel dan Organda) sepakat tidak akan beroperasi melayani kegiatan dan order muatan ke KIM, sebelum kebijakan cacat hukum tersebut dicabut,” jelasnya seraya menambahkan, pengusaha angkutan menolak diberlakukannya pengutipan liar sebesar Rp 15.000/truk sebagai pas masuk ke KIM.

Penolakan kutipan liar itu juga datang dari Ketua Organda Sumut, Haposan Sialagan. “Dalam penerapan kebijakan sepihak yang dilakukan managemen KIM tidak pernah melibatkan Organda, sebagai organisasi angkutan transportasi darat. Kebijakan itu muncul begitu saja, yang menjadi polemik bagi pengusaha angkutan yang masuk ke KIM,” papar Haposan.

Harusnya, kata Haposan, sebelum dibuat kebijakan kutipan tersebut, pihak KIM melakukan sosialisasi kepada para pengusaha angkutan. “Jika kebijakan itu berlegalitas pastinya pengusaha akan ikuti aturan,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPD RI, Parlindungan Purba menerima dengan terbuka pengaduan pengusaha angkutan atas kutipan pas masuk ke KIM, untuk diselesaikan secara musyawarah dan mufakat bersama.

“Sebagai wakil rakyat Sumut yang bertugas di Komisi II DPD RI, akan mencoba melakukan mediasi dengan memanggil kedua belah pihak, yakni managemen KIM dan pengusaha angkutan untuk duduk bersama mencari win-win solution secara musyawarah dan mufakat,” ujarnya.

Ia berharap, pengusaha tidak ‘mogok’ menerima orderan pengakutan ke KIM. Seperti diketahui bahwa KIM sebagai pelabuhan untuk kegiatan ekspor-import yang memasok kebutuhan masyarakat Sumut.

“Senin ini (23 Oktober) kita akan bahas ini bersama managemen KIM. Jika tidak menemui titik putusan, maka akan kita akan bawa permasalahan ini ke Senayan untuk diselesaikan,” ucap Parlindungan.

Dilain pihak, Wakil Ketua Bidang Internasional DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Hendra Kesuma berharap, penghentian angkutan transportasi ke KIM jangan sampai terjadi. “Jika hal ini terjadi dikhawatirkan akan mengganggu roda perekonomian Sumut. Karena kita ketahui, KIM adalah pusat pintu masuk ekspor-impor bagi Sumut, di mana 50 persen ekspor-impor masuk dari pelabuhan yang berada di KIM,” ulasnya didampingi Tommy Wistan sebagai Wakil Ketua DPP Apindo Sumut beserta pengurus.

Hendra Kesuma mengimbau agar permasalahan ini dapat segera diatasi dengan putusan kebijakan yang ‘sewajarnya’, demi roda perekonomian Sumut tetap berjalan.

Wakil Sekretaris DPP Apindo Sumut, Perry Iskandar menambahkan, pihaknya dapat memahami keberatan dari Angsuspel dan Organda. Dan mendukung sepenuhnya protes dari kedua organisasi tersebut yang juga tergabung dalam sektor transportasi di Apindo Sumut.

“Namun demikian, Apindo meminta agar didahului dulu dengan dialog untuk mencari solusi sebelum Angsuspel dan Organda mogok melayani angkutan ekspor-import dari KIM,” mintanya.

Apindo menegaskan, sudah saatnya semua pembayaran harus memiliki legalitas yang jelas. “Bila tidak ada legalitasnya ya harus dihapus,” tandasnya. 

MEDAN|Kalangan pengusaha angkutan transportasi yang selama beroperasi di Kawasan Industri Medan (KIM), akhirnya buka suara terkait praktek pungutan liar (pungli) ke Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Parlindungan Purba.

Praktek pungli ketika memasuki area KIM (pas masuk) sebesar Rp 15.000 dinilai tidak memiliki payung hukum dan legalisasi dan telah membebani pengusaha angkutan.

“Kutipan itu telah terjadi dari bulan Juli 2017 hingga saat ini, tidak memiliki legalitas yang sah. Dan bahkan, dalam penerapan kebijakan yang dilakukan pihak KIM tidak melibatkan Organda (Organisasi Pengusaha Angkutan Daerah). Dinilai penerapan itu secara sepihak oleh managemen KIM,” ucap Ery Salim selaku Ketua Angsuspel (Angkutan Khusus Pelabuhan) saat menyampaikan aspirasi ke Ketua Komisi II DPD RI, Parlindungan Purba di Medan, Sabtu (21/10/2017).

Menurutnya, praktek pungli kepada pengusaha angkutan pernah terjadi pada tahun 2015. “Sempat kebijakan sepihak itu distop, tapi kenapa hal ini terjadi lagi disaat pemerintahan Jokowi sedang gencarnya memberantas praktek pungli,” cetusnya.

Bahkan di lapangan, tambahnya, kutipan yang dilakukan secara ilegal itu mendapat ‘restu’ dari aparat yang melakukan pengawalan di pintu masuk KIM. “Jika tak membayar biaya pas masuk tersebut, maka supir angkutan tak diperbolehkan beroperasi di KIM,” beber Ery yang juga pengurus Organda Sumut.

Ery menekankan, jika pengutipan itu tetap terjadi maka pengusaha angkutan yang tergabung di Angsuspel maupun Organda akan melakukan sikap tidak melayani ‘order’ ekspor dan impor di KIM.

“Kita (Angsuspel dan Organda) sepakat tidak akan beroperasi melayani kegiatan dan order muatan ke KIM, sebelum kebijakan cacat hukum tersebut dicabut,” jelasnya seraya menambahkan, pengusaha angkutan menolak diberlakukannya pengutipan liar sebesar Rp 15.000/truk sebagai pas masuk ke KIM.

Penolakan kutipan liar itu juga datang dari Ketua Organda Sumut, Haposan Sialagan. “Dalam penerapan kebijakan sepihak yang dilakukan managemen KIM tidak pernah melibatkan Organda, sebagai organisasi angkutan transportasi darat. Kebijakan itu muncul begitu saja, yang menjadi polemik bagi pengusaha angkutan yang masuk ke KIM,” papar Haposan.

Harusnya, kata Haposan, sebelum dibuat kebijakan kutipan tersebut, pihak KIM melakukan sosialisasi kepada para pengusaha angkutan. “Jika kebijakan itu berlegalitas pastinya pengusaha akan ikuti aturan,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPD RI, Parlindungan Purba menerima dengan terbuka pengaduan pengusaha angkutan atas kutipan pas masuk ke KIM, untuk diselesaikan secara musyawarah dan mufakat bersama.

“Sebagai wakil rakyat Sumut yang bertugas di Komisi II DPD RI, akan mencoba melakukan mediasi dengan memanggil kedua belah pihak, yakni managemen KIM dan pengusaha angkutan untuk duduk bersama mencari win-win solution secara musyawarah dan mufakat,” ujarnya.

Ia berharap, pengusaha tidak ‘mogok’ menerima orderan pengakutan ke KIM. Seperti diketahui bahwa KIM sebagai pelabuhan untuk kegiatan ekspor-import yang memasok kebutuhan masyarakat Sumut.

“Senin ini (23 Oktober) kita akan bahas ini bersama managemen KIM. Jika tidak menemui titik putusan, maka akan kita akan bawa permasalahan ini ke Senayan untuk diselesaikan,” ucap Parlindungan.

Dilain pihak, Wakil Ketua Bidang Internasional DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Hendra Kesuma berharap, penghentian angkutan transportasi ke KIM jangan sampai terjadi. “Jika hal ini terjadi dikhawatirkan akan mengganggu roda perekonomian Sumut. Karena kita ketahui, KIM adalah pusat pintu masuk ekspor-impor bagi Sumut, di mana 50 persen ekspor-impor masuk dari pelabuhan yang berada di KIM,” ulasnya didampingi Tommy Wistan sebagai Wakil Ketua DPP Apindo Sumut beserta pengurus.

Hendra Kesuma mengimbau agar permasalahan ini dapat segera diatasi dengan putusan kebijakan yang ‘sewajarnya’, demi roda perekonomian Sumut tetap berjalan.

Wakil Sekretaris DPP Apindo Sumut, Perry Iskandar menambahkan, pihaknya dapat memahami keberatan dari Angsuspel dan Organda. Dan mendukung sepenuhnya protes dari kedua organisasi tersebut yang juga tergabung dalam sektor transportasi di Apindo Sumut.

“Namun demikian, Apindo meminta agar didahului dulu dengan dialog untuk mencari solusi sebelum Angsuspel dan Organda mogok melayani angkutan ekspor-import dari KIM,” mintanya.

Apindo menegaskan, sudah saatnya semua pembayaran harus memiliki legalitas yang jelas. “Bila tidak ada legalitasnya ya harus dihapus,” tandasnya.