MEDAN-Lembaga yang dan diisi oleh aktivis dan fokus pada isu lingkungan mendesak pemerintah, khususnya Presiden Jokowi untuk memberikan kepastian Wilayah Kelola Rakyat pada lahan hutan kemenyan seluas 631.355 Ha yang berada di Kabupaten Tapanuli Utara, Pakpak Bharat, Dairi, Humbang Hasundutan dan Samosir, serta 132 desa di Mandailing Natal dan 219 desa di Tapanuli Selatan.


Desakan tersebut disampaikan dalam konferensi pers yang digelar di Penang Corner Cafe Medan, Jumat (21/10) oleh WALHI Sumut, serta sejumlah lembaga di bawah naungannya, antara lain KPHSU, ELSAKA, dan YES. Selain itu, desakan yang sama juga diutarakan oleh AMAN. 

Saat ini, lahan tersebut masuk dalam kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung berdasarkan SK No. 579/Menhut-II/2014. Padahal, hutan kemenyan selama ini dikelola masyarakat dan menjadi salah satu komoditi penghasilan rumah tangga di Kawasan Hutan Sumatera Utara.  

"Kondisi tersebut akhirnya menjadi konflik tenurial di Sumut yang sampai saat ini belum ada mekanisme persoalannya. Dalam pengelolaan tanaman kemenyan, masyarakat mengedepankan pelestarian hutan. Tanamam hutan endemik ini menjadi salah satu pemanfaatan jasa hutan oleh masyarakat dengan hanya mengambil getah kemenyan," kata Direktur WALHI Sumut Dana Tarigan. 

Dana menegaskan, area hutan kemenyan tersebut harus dikeluarkan dari status kawasan hutan, agar konflik tenurial dapat terselesaikan. 

"Sehingga perlu mengeluarkan area hutan kemenyan yang dari turun temurun sudah dikelola masyarakat dikeluarkan dari status kawasan hutan, sehingga konflik tenurial dapat terselesaikan," tegasnya. 

Sementara Abdon Nabanan mewakili AMAN mengatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan kepada Presiden, peta hutan kemenyan seluas 25.000 Ha saat ini sedang terancam karena berada dalam konsesi PT. TPL, namun belum ada upaya konkret untuk menangani ancaman itu. 

"Maka kita juga harus mendesak Gubernur Sumut dan Bupati di  lokasi hutan kemenyan agar dapat menyelesaikan ancaman hutan kemenyam yang menjadi sumber hidup masyarakat karena dapat berubah menjadi tanaman monokultur dengan komoditi Ekauliptus," ungkap Abdon Nababan.

Selama dikelola masyarakat, kelestarian hutan kemenyan (hamijon) tersebut tetap terjaga dan fungsi hutan tidak terganggu. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memberi ruang kelola kepada masyarakat.

"Hamijon merupakan tanaman endemik yang harus dipertahankan di Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari kepedulian masyarakat yang selalu mempertahankan kelestarian hutan tanpa mengubah fungsi hutan itu sendiri. Diharapkan Presiden Joko Widodo dapat memberikan ruang kelola bagi masyarakat khususnya petani Hamijon," jelas Sekjen KPHSU Jimmy Panjaitan.