TAPTENG – Pengumuman hasil seleksi perekrutan calon anggota Panwaslih di 20 kecamatan se-Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) menuai protes. Beberapa peserta seleksi yang ditetapkan menjadi anggota panwaslih kecamatan disinyalir rangkap jabatan atau double job. Padahal, sebagaimana penyampaian Ketua Kelompok Kerja dan Komisioner Panwaslih Divisi SDM Ir Setiawati Simanjuntak kepada awak media beberapa waktu lalu, 49 orang yang tidak lulus seleksi administrasi (seleksi tahap I) dikarenakan doble job, seperti pendamping desa, sekdes dan PNS yang tidak mendapat izin dari atasan ataupun instansinya

“Ya, intinya tidak boleh duble job yang penggajiannya bersumber dari APBN. Sebagian lagi ada juga yang belum memenuhi target umur minimal 25 tahun,” kata Setiawati saat itu.

Namun kenyataannya, dari 120 calon panwaslih yang lolos seleksi tertulis untuk maju ke 6 besar sebagaimana pengumuman Panwaslih Kecamatan Nomor 003/Pokja/Panwas-23/KP.01.00/ 10/2017 tertanggal 2 Oktober 2017, yang ditandatangani Ketua Pokja Ir Setiawati Simanjuntak serta anggota Safran Matondang SE dan Zirzi Saidan Panjaitan SE, banyak yang rangkap jabatan ataupun double job.

Dan, dari hasil pengumuman tes wawancara calon anggota Panwaslih Kecamatan Nomor 004/Pokja/Panwas-23/KP.01.00/ 10/2017 tertanggal 7 Oktober 2017, yang ditandatangani Ketua Panwaslih Kabupaten Tapanuli Tengah Safran Matondang SE dan Kepala Sekretariat Nutampri SE, beberap peserta seleksi yang ditetapkan menjadi anggota Panwaslih Kecamatan, juga disinyalir rangkap jabatan.

Sontak keputusan ini menuai protes dari beberapa peserta seleksi. Mereka menilai Panwaslih Kabupaten Tapanuli Tengah plin plan dalam penerapan peraturan perundangundangan yang berlaku. Panwaslih juga dituding telah menjilat ludah sendiri dengan peraturan yang dibuatnya.

“Komisioner Panwaslih bilang nggak boleh PNS dan rangkap jabatan. Jangankan yang lolos maju ke 6 besar, yang ditetapkan menjadi anggota Panwascam pun ada yang rangkap jabatan dan digaji APBN. Ini kan sama saja dengan menjilat ludah sendiri,” ungkap RN, salah seorang peserta seleksi yang meminta namanya dirahasiakan, Selasa (17/10).

Akibatnya, peraturan akal-akalan gaya Panwaslih Tapteng ini telah membuat puluhan peserta kecewa dan merasa dirugikan. Ia mengatakan bahwa Panwaslih Tapteng telah berlaku tidak adil dan mengkebiri hak-hak peserta seleksi dengan menerapkan keputusan yang berbau kolusi dan nepotisme.

“Ada yang lolos yang notabenenya seorang kepala yayasan, pendamping lokal dan guru honor sekaligus ketua BUMDes,” ujarnya.