JAKARTA - Memasuki akhir tahun 2017, Panita Perancang Undang-undang (PPUU) DPD RI mengusulkan sembilan RUU untuk menjadi Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2018. Hal tersebut disampaikan saat Sidang Paripurna ke-V Masa Sidang I 2017-2018.

Wakil Ketua PPUU Nofi Candra mengatakan sembilan RUU diantaranya RUU tentang Pengelolaan Kawasan Perbatasan, RUU tentang Etika Penyelenggaraan Negara, RUU tentang Perlindungan Verietas Tanaman, RUU tentang Bahasa Asing dan Kesenian Daerah, RUU tentang Tanggung Jawab Sosial Lingkungan, RUU tentang Pajak Penghasilan, RUU tentang Kekayaan Negara, RUU tentang Perubahan atas UU No.24 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Bencana, RUU tentang Hak atas Tanah Adat.

"Untuk RUU tentang Hak Atas Tanah Adat masih dalam tahap penyusunan, sehingga naskah akademik dan draf RUU-nya belum kami serahkan secara resmi," ucap Nofi.

Ia menjelaskan pada 16-18 September 2017 lalu, PPUU DPD ikut serta melakukan kunjungan kerja bersama Badan Legislatif DPR ke Sulawesi Tenggara dan Maluku. Dalam kunjungan itu, ada beberapa masukan, aspirasi dari pemerintah daerah dan elemen masyarakat.

"Masukan tersebut terkait RUU yang masuk dalam Prolegnas tahun 2015-2019 untuk diakomodir dan ditetapkan dalam Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2018," ujar senator asal Sumatera Barat itu.

Nofi menambahkan stakeholder di daerah sangat mendukung keterlibatan DPD dalam kunjungan kerja Badan Legislatif DPR. “Sehingga kepentingan daerah pun dapat terakomodir dan diperjuangkan bersama oleh DPD,” tegas dia.

Selain itu, pada rapat kerja dengan Menkumham di Badan Legislatif DPR membahas evaluasi dan perkembangan Prolegnas Prioritas Tahun 2017 serta penyusunan usul RUU untuk Prolegnas Prioritas Tahun 2018.

Dari 52 RUU dalam Prolegnas 2017, terdapat tiga RUU yang diusulkan oleh DPD yaitu RUU tentang Wawasan Nusantara dan RUU tentang Ekonomi Kreatif. "Keduanya masih dalam tahap pembicaraan tingkat I. Dan satu lagi yaitu RUU tentang Daerah Kepulauan masih menunggu surat presiden," tutur Nofi.

Sementara itu, Ketua Komite II Parlindungan Purba mengatakan bahwa Komite II telah menyusun hasil pengawasan atas UU No. 18 Tahun 208 tentang Pengelolaan Sampah. Untuk itu, DPD meminta pemerintah untuk segera mengundangkan PP yang mengatur lima hal. “Lima hal itu Pasal 11 ayat 2, Pasal 21 ayat 2, Pasal 23 ayat 2, Pasal 24 ayat 3, Pasal 29 ayat 2,” tegas dia.

Tidak hanya itu, lanjutnya, Komite II juga menyusun hasil pengawasan UU No.7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Dayaan Ikan, dan Petambak Garam.

"Terkait hal ini DPD merekomendasikan pemerintah daerah untuk memberikan jaminan pemasaran ikan dan garam melalui resi gudang," ujar senator asal Sumatera Utara itu.

Dikesempatan yang sama, Ketua Komite III DPD Fahira Idris menjelaskan Komite III memberikan perhatian terhadap permasalahan ketatanegaraan di PT. Freeport Indonesia. "Masalah pekerja PT Freeport menjadi perhatian penuh Komite III untuk dapat dicarikan solusi terbaik," paparnya.

Oleh karena itu, Komite III masih terus menggali informasi dari berbagai pihak termaksud pihak pemerintah.

"Secara garis besar kebijakan furlough (merumahkan) sebagian karyawan yang dikeluarkan PT. Freeport Indonesia sebagai bentuk inefisiensi sehingga menimbulkan problematika sengketa antar serikat kerja dan perusahaan,” kata Fahira. ***