DELI SERDANG - Sedikitnya 250 peserta didik dari SMA Negeri 2 Medan dan SMA Negeri 13 Medan terancam haknya atas pendidikan. Hal ini terlihat setelah Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait bersama Ketua dan Sekjen Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Sumateta Utara, Muniruddin Ritonga dan Junedi Malik, dan Sekretaris LPA Kota Medan, Herry S menerima pengaduan puluhan siswa-siswi SMAN 2 dan SMAN 13 yang didamping para orangtuanya di Lubuk Pakam, Sabtu (14/10/2017).

Dari dokumen-dokumen resmi yang diperoleh, penanganan serta kronologis permasalahan yang disampaikan kepada Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, berdasarkan Ketentuan UU RI No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak junto UU RI No. 23 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional dan UU RI No. 39 tahun 1999 yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia (HAM), telah terjadi pelanggaran hak anak atas pendidikan.

Selain itu, dalam ketentuan HAM pula telah terjadi kategori pembiaran (by ommission) yang dilakukan Dinas Pendidikan dan Gubernur Sumatera Utara yang mengakibatkan ratusan anak-anak kehilangan haknya atas pendidikan yang dijamin pula oleh Konstitusi Dasar Republik Indonesia dan Program Pemerintah tentang pencapaian wajib belajar milenial.

Untuk memastikan keberlangsungan hak ratusan anak atas pendidikan pendidikan di SMA Negeri 2 dan di SMA Negeri 13, dan untuk memastikan serta mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal tidak diinginkan bersama, Selasa (17/10/2017) nanti, Komnas PA bersama perwakilan orangtua dan sisw-siswi didampingi LPA Kota Medan, LPA Propinsi Sumatera Utara akan mendatangi Sekolah SMAN 2 dan SMAN 13 untuk bertemu Kepala Sekolah.

Tujuannya, untuk mencabut surat Pemberitahuan ke-III tentang larangan anak bersekolah yang dikeluarkan kepala Sekolah dan memintai pertanggungjawaban Kepala Dinas pendidilan Pemprov Sumut dan Rabu (18/10/2017) mengagendakan untuk bertemu dengan Gubernur Sumatera Utara untuk meminta segera memberikan solusi yang terbaik dan memastikan keberlangsungan masa depan dan keberlangsungan hak ratusan anak atas pendidikan.

"Saya percaya bahwa Kepala Dinas Pendidikan Pemprop Sumut atas dukungan Gubernur Sumut yakin betul bisa segera menyelesaikannya dengan baik. Gubernur Sumut bisa menggunakan hak diskresinya selaku pimpinan daerah untuk memastikan tidak terjadinya pelanggaran hak anak atas pendidikan, saya yakin itu," demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait dalam keterangan persnya setelah menerima pengaduan para siswa dan perwakikan orangtua murid Sabtu (14/10/2017) siang.

Arist menambahkan jika pelanggaran hak anak atas pendidikan ini ditemukan karena "Mal Administrasi" dalam penerimaan ratusan siswa dan siswi di SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 13 demi kepentingan terbaik anak (the best intetest of the child) dan hak pundamental anak.

"Atas pendidikan janganlah korbankan anak justru penyelenggara pemerintah wajib memastikan perlindungan Anak. Kembalikanlah hak anak atas pendidikan, karena tugas kitalah menjaga dan melindungi hak anak," ujarnya.

Oleh sebab itu, Komnas Perlindungan Anak segera mendesak Kepala Dinas Pendidikan untuk memerintah Kepala Sekolah SMA Negeri 2 mencabut larangan anak bersekolah terhitung Senin (16/10/2017).

Dan juga memulihkan kembali secara normal proses belajar mengajar serta menghentikan kekerasan terhadap anak berupa "bullying" yang memberikan stigma bahwa ratusan anak adalah siswa siluman.

"Sebab surat pemberitauan ke-III yang melarang anak meneruskan pendidikannya tanpa solusi telah melukai martabat anak dan tidak mencerminkan lembaga pendidikan yang selalu menjunjung tinggi nilai kejujuran, kebailan dan moralitas. Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk melarang anak menjalankan kewajiban dasarnya yakni hak anak atas pendidikan," tambah Arist Merdeka Sirait.