MEDAN - Suasana Pengadilan Negeri (PN) Medan, tiba-tiba histeris saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) tak memberikan izin keluarga dari lima terdakwa kasus permainan ketangkasan, masuk ke ruang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (27/9) sore. Kekecewaan keluarga terdakwa memuncak saat jaksa menegur Poniyem (64) nenek terdakwa Rizky Ardiana dengan nada kasar.

"Jangan masuk, tidak boleh buat ribut di PN dengan suara nangis," senggak Jaksa Tuti.

Jaksa Tuti sempat adu mulut dengan seorang ibu yang simpati melihat sang nenek yang terlihat pucat.

"Saya sedih kali lihat cucu saya yang harus dipenjara tanpa kesalahan. Cucu saya hanya bekerja di tempat permainan tapi kenapa harus di tahan. Kenapa sudah mencari rezeki. Baru sebulan dia bekerja tetapi ditangkap. Padahal dia sudah bebas dalam putusan prapid itu, tetapi ditangkap kembali saat dibebaskan dari Polda. Mereka seakan-akan teroris dan dikepung saat penangkapan di Polda," tangis nenek Poniyem.

Adapun kelima terdakwa yang disidangkan merupakan pekerja di permainan tersebut, yakni Ayu Heriyani, Rizky Ardiana, Nurul Nurjanah, Agus Sudartoyo dan Muhammad Eko Wardana.

Sementara di persidangan yang digelara di Ruang Cakra III PN Medan tersebut, dilanjutkan dengan keterangan lima terdakwa. Kelimanya mengaku tidak bersalah dan dijebak petugas polisi saat akan dibebaskan.

Mereka sudah mengetahui sebenarnya gugatan pra peradilan di PN Lubuk Pakam terhadal Poldasu permohonannya sudah dikabulkan pada Rabu (26/7/2017). Dalam amar putusan No : 06/Pid.Pra/2017/PN.Lbp, hakim tunggal Leni Megawati Napitupulu menyebut permohonan yang diajukan mereka dikabulkan.

"Kami ditangkap dekat gerbang keluar Polda lalu dikepung 20an polisi. Padahal kami sudah dibebaskan. Terus dibawa ke ruang penyidik dipaksa tanda tangani surat penangkapan tanpa disuruh baca. Alasan polisi ada ditemukan novum (bukti) baru," ucap lima terdakwa satu persatu.

Padahal sebelumnya, terdakwa Ayu Heriyani dan Nurul Nurjanah penahanannya ditangguhkan. Tetapi dijebak polisi untuk datang ke Poldasu menandatangani surat pembebasan.

"Kami didatangi ke rumah. Kata polisinya disuruh ke Polda untuk tanda tangani surat bebas. Diiming-imingi polisi. Setelah datang dan beres semuanya, kami keluar lalu ditangkap di halaman Poldasu," ujar Nurul.

Saat disinggung penasehat hukum, Yanti Situmorang, terkait barang bukti CCTV dan brankas, kelima saksi mengaku ada disita polisi dan dibawa ke Poldasu. Tetapi sayangnya saat di persidangan jaksa penuntut umum (JPU) Dwi M Nova tidak dapat dihadirkan.

"Saat kami ditangkap ada dibawa polisi CCTV, CPU, LCD TV dan brankas yang ada di lemari lantai II. Kami tak tahu brankas itu isinya apa karena juga belum pernah lihat. Kita tahunya juga saat ditunjukkan di Poldasu," ucap para terdakwa yang rata-rata bekerja baru sebulan.

Sidang ditunda majelis hakim diketuai P Batubara pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi meringankan (adecharge).

Diketahui sebelumnya, hakim tunggal PN Lubuk Pakam Hakim menyatakan surat perintah penahanan, penggeledahan dan penyitaan pada 4 Juni 2017 di Arena Games Ketangkasan di Desa Pon Dusun III Sei Bamban Sergai yang dilakukan polisi tidak sah. Memerintahkan polisi untuk mengembalikan barang yang disita tersebut dan membebaskan terdakwa.