MEDAN – Shohibul Anshor Siregar, akademisi sosial politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) akhirnya angkat bicara seputar peristiwa begal sadis yang menewaskan dua pengemudi angkutan berbasis online (Grab car) dua hari terakhir.

Dikatakannya, salah satu faktor penyebabnya ialah maraknya peredaran narkotika. “Sebagai komoditi kriminal, narkoba merontokkan moral negara–bangsa. Karena aparatur yang tidak berintegritas mulai dari tahap awal hingga ke peradilan dan lapas atau rehabilitasi. Saksikanlah rendahnya martabat negara–bangsa karena narkoba ini,” kata Shohib.

Kedua, lanjut dijelaskannya, dampak lanjutan narkoba yang memproduksi ribuan bentuk kriminal akibat pola – pola distribusi, transaksi dan konsumsi karena secara massif melanda seluruh lapisan masyarakat. “Belum ada penelitian yang jujur mengenai hal ini. Saya baca berita kemaren seorang kecanduan malah tega menganiaya ibu kandungnya. Konon deriver kan?,” Jelas Shohib.

Selain itu, Shohib mengungkapkan, moda transportase lain sudah lama tidak terdengar beroleh gangguan, apalagi pencederaan. Kini malah driver grab dibunuh. Apa masalahnya? “Sistem aplikasi yang mereka miliki tidak memberi perhatian seimbang terhadap driver dan user. Saya dengar driver sangat rawan mendapat sanksi berdampak penurunan penghasilan manakala seseorang iseng entah duduk di mana melakukan order sembarangan dan membatalkannya sedemikian rupa,” ungkap alumnus Universitas Gajah Mada Yogyakarta ini.

Tetapi meski pun demikian, Shohib menyebutkan, masih terdapat kelemahan di sana – sini terkait angkutan ini. Marak praktik order bohong oleh driver yang malah dengan sepeda motornya sendiri melakukan aktivitas yang dalam sistem aplikasi pusat diketahui seolah dengan armadanya membawa penumpang kian kemari sesuai order fiktif yang dibuatnya sendiri untuk mengejar bonus. Jelas sistem aplikasi mereka masih sangat sederhana dan rawan manipulasi.

“Semua layanan angkutan online itu mestinya tidak boleh dibuka selebar – lebarnya kepada orang yang tidak bersedia mendaftarkan diri sebagai user (pengguna) secara sempurna. Artinya, user tidak boleh mendaftar dengan nomor HP sembarangan yang bisa dibeli dan diganti lima kali sehari. Harusnya ada KTP atau kartu identitas lain yang jelas,” sebut koordinator umum Basis Sosial Inisiatif dan Swadaya (‘nBasis) ini.

Oleh sebab itu, Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumut (LHKP – PWMSU) ini menyarankan agar semua armada angkutan dilengkapi dengan HP, kamera atau CCTV (build in). “Semua armada lama dan baru tidak masalah untuk dipertimbangkan agar dilengkapi dengan hp, kamera atau cctv (build in) untuk menghindari manipulasi oleh driver dan mendata siapa saja penumpang yang dilayani,” imbuhnya sembari mengatakan driver yang beroperasi di atas tengah malam hingga pagi hari lebih beresiko.

Shohib menambahkan, hal lain, jika kasus ini murni kriminal perampokan mestinya sudah begitu banyak armada angkutan online yang hilang dirampok oleh orang – orang yang berpura-pura menjadi user. Nanti juga angkanya pasti meningkat jika tidak diantisipasi.

Tugas kepolisian itu dua. Pertama mencegah. Kedua menindak. Pada keduanya diperlukan profesiinalitas. Khusus untuk yang kedua ditambah lagi integritas dan kejujuran. Jika program Kepolisian dalam bidang Pencegahan selama ini tidak begitu bergairah. Seolah tidak ada pentingnya.

“Padahal, lewat program inilah mobilisasi partisipasi sosial maayarakat bisa digalang. Contoh: Polmas mungkin sudah ada secara kelembagaan. Tapi tidak efektif dan malah kerap disorientasi,” tambahnya.

Selain itu juga, untuk keamanan, hampir setiap lingkungan ada siskamling. Adakah link dari sistem sosial masyatakat ini dengan Kepolisian? “Beda dengan security kantoran, kepolisian gandrung ikut campur,” ungkapnya.

Sekaitan dengan itu, diterangkannya, masalah integritas adalah masalah utama selain profesionalitas. Kepolisian belum mau tersinggung dinyatakan sebagai lembaga tidak efektif hingga diterbitkan UU yang menjadi dasar pembentikan KPK. Ini sebuah contoh saja. “Image yang buruk di tengah masyarakat kerap menghasilkan tuduhan miring. Misalnya orang kerap bilang. Hanya dua polisi yang baik. Pertama mantan Kapolri Hoegeng. Kedua, patung polisi,” terangnya.

Khusus untuk Sumut, kata Shohib, ada kerinduan penugasan seorang jenderal yang penuh gairah dalam pelaksanaan tugas seperti Anton Soedjarwo dan Ryco Amelza Dahniel. Mereka tidak ditugaskan ke sini (Sumut) sekadar menanti masa pensiun seperti Amatsastro. Percayalah, faktor itu sangat berpengaruh.