JAKARTA - Pernyataan Gubernur Aceh tentang penyediaan tempat di Aceh untuk para pengungsi Rohingya, diharapkan dapat ditindak lanjuti.

Hal tersebut merupakan bentuk solidaritas terhadap korban Rohingya, sekaligus sikap pemerintah Indonesia membuat malu Pemerintah Myanmar yang terkesan mengabaikan rakyatnya sendiri.

"Saya pikir pemerintah Indonesia, dalam hal ini Jokowi diharapkan bisa menyampaikan hal itu sebagai bentuk solidaritas," ungkap Anggota Komisi III Nasir Djamil saat mendampingi Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menerima perwakilan Komite Nasional untuk Solidaritas Rohingya/KNSR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (14/9/2017).

Penyediaan tempat di Aceh tersebut, karena provinsi yang mendapat julukan ‘Serambi Makkah’ itu, sering kali kedatangan tamu dari Rohingya, sampai mendapat perhatian dari organisasi kemanusiaan baik lokal bahkan internasional. Namun kini tidak ada pengungsi Rohingya dan sudah dibawa keluar Indonesia karena Indonesia tidak meratifikasi soal pengungsi.

DPR sendiri, lanjut Nasir, sudah menerima kedatangan Parlemen Myanmar dan menyampaikan aspirasinya dengan tragedi kemanusiaan di Rakhine State, Myanmar. Namun, tidak begitu saja memutuskan hubungan diplomatiknya karena melihat resiko ke depannya.

Politisi PKS ini pun mendorong pemerintah Khususnya Presiden Jokowi untuk punya keinginan kuat dengan aksi konkrit, untuk memukul Pemerintah Myanmar.

"Karena dengan telanjang mereka memperlihatkan kepada dunia mereka melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Tapi, karena itu belum dilakukan pemerintah, anggota parlemen kita menerima anggota perlemen mereka dalam rangka kita ingin sikap kita sampai pada parlemen di Myanmar," ucapnya.

Nasir pun berharap rencana Gubernur Aceh yang siap menyediakan tempat penampungan tersebut juga dilakukan gubernur-gubernur di seluruh Indoensia, dan Presiden Jokowi segera menindaklanjuti rencana tersebut.

Terkait desakan dari masyarakat Indonesia untuk mengakhiri hubungan diplomatik dengan pemerintah Myanmar, menurutnya harus dipertimbangkan secara matang. Pasalnya pemutusan hubungan diplomatik tersebut akan menimbulkan masalah-masalah baru dengan Myanmar.

"DPR berusaha memimilih dan memilah. Memang kita langsung putuskan hubungan diplomatik tentu ada resiko-resikonya. Tapi memang seharusnya Jokowi punya keinginan kuat kejadian kemanusiaan yang sangat parah ada kecenderungan genosida," pungkasnya.***