MEDAN - Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) tak kunjung berhasil menemukan satu tersangka yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO), Haltatif atas kasus pengadaan sewa mobil Bank Sumut tahun 2013. Mereka pun beralasan minimnya anggaran penyidik. "Iya, kita tengah minim anggaran. Makanya DPO belum ditemukan juga ya salah satu alasan karena tidak ada biaya untuk pencarian," ucap Kasi Penkum Kejatisu, Sumanggar Siagian, Rabu (23/8/2017).

Dia menyebutkan, pencarian terhadap tersangka tetap diupayakan baik dari pencekalan dan pihak intel yang masih mencari tersangka. Namun tak dipungkiri, pihaknya minim anggaran sehingga tak bisa berbuat banyak.

"Kita tetap upayakan pencarian. Tapi kita kurang personil dan pencarian DPO itu butuh dana. Sementara kita minim anggaran,"bebernya.

Seperti diketahui, DPO Haltatif ini sudah lebih setengah tahun masuk dalam DPO Kejatisu tapi tak kunjung ditemukan. Kini seolah Kejatisu mau lepas badan dengan berdalih minim anggaran sama hal nya pada kasus Rumah Dinas Kejatisu yang hancur parah tak dirawat dikatakan Sumanggar minim anggaran.

Sekedar informasi, Kejatisu yang sering beberkan ke media sudah mengetahui keberadaan tersangka dan hanya tinggal melakukan eksekusi saja. Tapi seperti tidak ada realisasi yang dilaksanakan Kejatisu. Sebab, hingga saat ini tersangka masih bebas di luar.

Menurut Kasi Penkum Kejatisu, Sumanggar Siagian, pihaknya masih terus mengupayakan penangkapan tersangka meski saat ini pihaknya sudah tidak tahu di mana keberadaan tersangka yang sempat terdeteksi.

"Iya, dia (Haltatif) berada di Aceh di rumah saudaranya minggu kemarin. Tapi untuk saat ini kita tidak tahu lagi dia di mana. Tapi ini masih kita upayakan," ucap Sumanggar, Senin (27/2).

Disinggung soalnya takutnya Kejatisu menangkap Haltatif, mengingat tersangka salah seorang pengusaha kaya dan terpandang, Sumanggar membantah.

"Kita tidak takut menangkap dia (Haltatif), tapi memang kita upayakan saat ini," bebernya.

Dalam kasus ini, pengadaan sewa 294 unit mobil operasional Bank Sumut senilai Rp18 miliar yang bersumber dari Rencana Anggaran Kerja (RAK) tahun 2013 diduga bermasalah. Ditemukan penyimpangan dalam proses pelelangan dan pembuatan SPK yang tidak didasarkan kontrak. Jumlah kerugian keuangan negara mencapai Rp10,8 miliar yang telah dihitung oleh akuntan publik.