JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD R) dari Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Adrianus Garu meminta Wakil Ketua DPR Fadli Zon bekerja seperti Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Fadli jangan hanya bekerja seremonial berupa menerima tamu atau memberikan materi dalam seminar, tetapi tidak terjun langsung ke masyarakat seperti Jokowi.

"Fadli itu manusia yang tidak obyektif. Tidak ada yang baik di mata dia dengan Presiden Jokowi. Apa dia tidak lihat pembangunan di mana-mana selama dua tahun Jokowi memimpin. Harus obyektif kalau mengkritik," kata Andre, sapaan akrab Adrianus di gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/8/2018).

Sebelumnya, Fadli mengkritik pidato kenegaraan Jokowi yang menyebutnya sangat normatif. Fadli menilai pidato Jokowi tidak sesuai dengan realitas lapangan.

"Presiden harus memeriksa kenyataan di masyarakat. Jangan angka saja. Saya itu ke bawah berbeda. Harga listrik naik, dan daya beli kurang," kritik Fadli.

Andre menjelaskan masalah listrik bukan kesalahan pemerintahan Jokowi. Masalah itu berasal dari beberapa pemerintahan sebelumnya, di mana minim sekali membangun infrastruktur pembangkit listrik dalam skala besar. Akibatnya, pasokan listrik terbatas. Kondisi itu membuat harga listrik mahal.

"Fadil apa tidak lihat Jokowi lagi gencar-gencarnya membangun pembangkit listik di mana-mana. Itu salah satunya untuk menekan tarif listrik," tutur politisi Partai Hanura ini.

Dia juga mengemukakan sebelum Jokowi menjadi presiden, banyak proyek-proyek listrik yang mangkrak. Proyek hanya sampai pada peletakan batu pertama atau ground breaking. Setelah itu tidak jelas kelanjutannya. Padahal anggaran negara sudah dikucurkan dalam jumlah yang sanga besar.

"Jokowi akirnya bekerja dengan melihat masalah yang sudah ada agar bisa bermanfaat buat rakyat dan daerah?. Jokowi terpaksa harus membereskan semua itu. Fadli tidak pernah bersuara terkait proyek mangkrak itu," ujar Andre.

Terkait rendahnya daya beli masyarakat, dia tegaskan selama ini, masyarakat dimanjakan dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah. Kondisi itu menambah daya beli masyarakat.

Era Jokowi, program seperti itu dihapus. Uangnnya kemudian dialihkan ke pembangunan infrastruktur. Akibatnya, daya beli masyarakat berkurang.

"Selama ini, daya beli masyarakat lebih ditopang oleh kebiasaaan konsumtif. Saat ini, diubah polanya menjadi ke produktif. Maka tidak heran kalau terjadi penurunan daya beli masyarakat," tutur anggota Komite IV DPD RI ini.

Dia juga meminta Fadli agar memperhatikan pertimbangan DPD RI dalam masalah pembahasan APBN. Selama ini, DPD sudah memasukan pertimbangan-pertimbangan kedaerahan dalam porsi APBN. Namun pertimbangan-pertimbangan DPD selalu tidak direspon positif oleh DPR.

?"Kami minta DPR agar pertimbangan DPD dapat diakomodir dalam APBN tahun 2018 karena itu aspirasi daerah yang disatukan dalam Musrenbangda dan masuk dalam Musrenbangnas. Kami sangat prihatin karna dari dulu semua aspirasi daerah yang masuk Musrenbang jarang di akomodir. Maka dalam APBN 2018 dan seterusnya harus diakomodiri semuanya," tutup Andre.***