JAKARTA - Ditjen SDID (Sumber Daya Iptek dan Dikti) pada tahun 2016 melaksanakan beberapa kegiatan rapat di hotel. Tentu saja, setelah rapat selesai harus ada bukti pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan paket rapat tersebut. Minimal berupa kuitansi atau bukti pembayaran yang dikeluarkan oleh pihak hotel, dan Surat Perjanjian Kerjasama (SPK).

Dari 39 kegiatan di hotel itu, ada yang terindikasi bukti pertanggungjawabannya dipalsulkan. Sehingga seluruh kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan tersebut berindikasi tidak dilaksanakan.

Menurut data CBA, kegiatan yang terindikasi fiktif tersebut dilaksanakan di Fa Hotel dan berpotensi merugikan negara sebesar Rp44.300.000.

Rincian anggaran dan program kegiatannya seperti, pertama adalah penyusunan pedoman pengelolaan administrasi keuangan (Bab 4-5) yang dilaksanakan tanggal 22 - 24 Januari 2016, dengan nilai pembayaran untuk hotel sebesar Rp24.100.000.

"Kedua, dalam acara penyusunan laporan keuangaan Direktorat Sumber Daya Iptek dan Dikti yang dilaksanakan pada tanggal 05 - 07 Mei 2016 dengan nilai pembayaran untuk hotel sebesar Rp20.200.000," ujar Jajang Nurjaman selaku koordinator Center Buget Analysis, Kamis (16/8/2017).

Selain berpotensi merugikan keuangaan negara sebesar R 44,3 juta, CBA juga menemukan adanya potensi kerugian keuangan yang lain sebesar Rp18.050.000.

Yaitu untuk pembayaran uang saku, dan uang transport atas kegiatan penyusunan laporan keuangaan Ditjen SDID pada tanggal 5 - 7 Mei 2016.

"Adanya kegiatan yang terindikasi tidak dilaksanakan, atau bukti pertanggungjawaban terindikasi dipalsukan di Dirjen SDID ini, membuat publik mempertanyakan kinerja Menteri Muhammad Nasir sebagai pimpinan tertinggi Kemenristekdikti (Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

"Mungkin saja publik bertanya, Pak Menteri ke mana saja, sih? Zaman sudah berubah, tapi PNS masih seperti dulu, suka memalsukan bukti pertanggungjawaban," pungkasnya. ***