JAKARTA - Wakil Ketua Pansus Angket KPK DPR Masinton Pasaribu merasa miris dengan kondisi saat ini. Dimana pihak yang mengkritisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), malah dituding sebagai orang yang pro terhadap koruptor.

Hal ini ia ungkapkan saat menjadi narasumber pada Dielektika Demokrasi dengan tema "Pansus KPK dan pemberantasan Korupsi", Rabu (2/8/2017).

"Apa yang sekarang ini di Pansus Angket bukan cerita baru, ini cerita lama semua kok, dan cerita lama ini sudah lama di kritik praktisi hukum, politisi, maupun aparatur penegakan hukum. Tetapi kritik itu berbalas bully, siapa yang kritik KPK di bully. Tidak cukup dengan itu, tapi juga dibangun stigma pro koruptor. Kemudian yang lebih parah lagi dikorek-korek anak bini. Saya jadi ingat sinetron Dunia Terbalik," tandasnya.

Padahal kata dia, sekarang ini adalah era saling control and check balances, apalagi kata dia, KPK adalah institusi yang harus lebih memberikan contoh bagaimana KPK bekerja patuh dengan konstitusi, patuh pada perundang-undangan harusnya itu. "Karena dia kan komisi yang baru lahir, komisi yang tugasnya untuk membantu penegakan hukum. KPK itu harus memberikan contoh dan keteladanan," tegasnya.

"Jadi KPK selama ini jadi kepleset namanya, jadi kaya Komisi Paling Kuasa, di panggil DPR engga mau, merasa paling benar sendiri dan hebat sendiri. Giliran pembahasan anggaran merengek-merengek datang ke Komisi III, giliran di awasi engga mau, kan aneh," paparnya.

Bahkan kata dia, saat ini Pansus Angket dianggap mengada-ada, padahal menurutnya, barangnya ada, masalahnya ada. "Jadi bukan kita ada-ada kan, masalahnya memang ada. Dan itu enggak boleh ditutup-tutupi. Pansus dikait-kaitkan dengan e-ktp, enggak ada itu. Kita kan bekerja dalam konteks pengawasan dan penyelidikan dalam Undang-Undang. Nah itu opini-opini yang dibangun KPK dan suporternya," tukas Masinton.

Dalam panitia angket ini, kata dia semacam pandora. "Di panitia angket ini lah kita tau, publik tau, ada saksi diarahkan oleh penyidik KPK. Di panitia angket ini lah kita tau, aset korupsi yang sudah disita oleh KPK dan katanya disetorkan kepada negara tapi tidak diserahkan ke negara. Di panitia angket ini lah kita tau, ada proses pelanggaran HAM, ada orang disekap untuk diarah-arahkan mengikuti selera KPK. Dan di panitia angket ini lah kita tau, publik tahu dari 162 kasus perkara proyek nazarudin, hanya satu yang diputuskan KPK, kasus wisma atlet. Dari 162 proyek bermasalah yang nilainya 7,7 triliun, cuma 5 yang ditangani KPK itu pun nilainya 200 miliar, dan baru satu putus," tandasnya lagi.

"Seingat saya, Polisi menangani kalau tidak salah 19 kasus, nilainya 2,2 triliun, Kejaksaan 9 kasus nilainya 700 miliar, Polisi dan Kejaksaan lebih besar menangani kasus korupsi tapi enggak gaduh-gaduh banget. Di panitia angket ini lah kita tau, koruptor dibina KPK sebagai alat, contohnya Nazarudin," pungkas Masinton.***