JAKARTA - Berdasarkan studi ECPAT Indonesia tentang situasi kekerasan seksual dan eksploitasi seksual terhadap anak di destinasi wisata 2017. ECPAT Indonesia menemukan kasus-kasus kekerasan seksual pada anak meningkat sangat tinggi di beberapa destinasi wisata  yang ada di Indonesia.

Hari Anak Nasional diperingati setiap tanggal 23 Juli, dalam setiap peringatannya selau dijadikan momentum untuk perjuangan perlindungan anak di Indonesia. Kekerasan dan eksploitasi seksual terhadap anak juga masih menjadi hal yang perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak.

Salah satu isu krusial terkait eksplotasi seksual anak yang menjadi perhatrian ECPAT Indonesia adalah Eksploitasi Seksual Anak Di Destinasi Wisata yang semakin meningkat.

ECPAT Indonesia menemukan bahwa di beberapa tempat wisata yang ada di Indonesia, kasus-kasus kekerasan seksual pada anak meningkat tinggi. Banyaknya wisatawan yang datang ketempat pariwisata membuka peluang anak-anak yang ada di di wilayah tersebut rentan menjadi korban kekerasan seksual dan eksploitasi seksual.

Berdasarkan studi ECPAT Indonesia tentang situasi kekerasan seksual dan eksploitasi seksual terhadap anak di destinasi wisata 2017 yang ada di 4 daerah yaitu, di Kabupaten Karang Asem, Bali, Kabupaten Gunung Kidul, Jogjakarta, Kabupaten Garut, Jawa Barat dan Kabupaten Toba Samosir, Sumatra Utara,  terjadi  kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak, yang pelakunya berasal dari para wisatawan lokal dan wisatawan luar negeri.

"Diperkirakan di wilayah destinasi wisata yang lain juga hal yan sama juga terjadi, karena lemahnya kontrol yang dilakukan oleh operator pariwisata, pemerintah dan penegak hukum," ujar narahubung ECPAT Indonesia, Rio Hendra kepada GoNews.co, Senin (24/7/2017) di Jakarta.

Lanjutnya, keterbukaan wilayah pariwisata juga dampak negatif bagi masyarakat sekitar khususnya anak-anak. Anak-anak akan sangat rentan terpapar perilaku  yang dibawa oleh para wisatawan yang datang, tidak semua wisatawan yang datang mempunyai prilaku yang baik.

"Ada banyak wisatawan yang memang sengaja datang ke tempat wisata tersebut bukan untuk menikmati pariwisatanya tapi mencari jasa layanan seksual termasuk mencari anak-anak yang bisa melayani hasrat seksual mereka," tukasnya.

Temuan ECPAT Indonesia pada penelitian di destinasi wisata Indonesia tahun 2017, masih banyak pengelola jasa penginapan dan hotel yang masih membiarkan tamu yang membawa pasangan yang diduga bukan pasangan resminya dan berusia anak.

"Hal ini merupakan contoh buruk bagi anak-anak di sekitar area pariwisata tersebut, karena mereka dipertontonkan perilaku orang dewasa yang tidak baik yang bisa mereka tiru,  mereka juga berpotensi  yang menjadi korban dari prilaku buruk tersebut. Problemnya, para stakeholder pariwisata pun tidak terlibat secara proaktif dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan dan eksploitasi seksual anak yang terjadi di daerahnya dan malah cenderung pembiaran," tandasnya.  

Untuk itu ECPAT Indonesia, mendesak pemerintah untuk segera menyusun blueprint dalam penanganan kekerasan dan eksploitasi seksual terhadap anak di destinasi wisata. Dan Mendorong sektor swasta bertanggung jawab untuk terlibat dalam pencegahan dan penanggulangan kekerasan dan eksploitasi seksual pada anak di destinasi wisata. ***