JAKARTA - Sekitar pukul 14.00 WIB, Pansus Angket Pelindo II DPR RI menyerahkan draft hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (17/7/2017) di Gedung KPK di Jl. HR Rasuna Said Jakarta.

Mewakili panitia pansus, hadir dalam kesempatan tersebut, Rieke Diah Pitaloka (Ketua Pansus), Darmadi (Anggota Pansus) dan Daniel Johan (Anggota Pansus)

Dalam pertemuan tersebut Pansus Angket Pelindo II diterima Pimpinan KPK yakni Agus Rahardjo (Ketua KPK), Basaria Panjaitan (Wakil Ketua KPK), Saut Situmorang (Wakil Ketua KPK), Alexander Marwata (Wakil Ketua KPK) dan Laode M. Syarif (Wakil Ketua KPK).

"Maksud kedatangan kami adalah untuk menyerahkan hasil audit investigatif BPK RI yang merupakan permintaan Pansus. Audit yang diminta meliputi perpanjangan kontrak JICT dan Terminal Peti Kemas Koja antara Pelindo II dan Perusahaan asing bernama Hutchinson, Proyek Kalibaru, dan Global Bond senilai Rp 20,8 triliun," ujar Ketua Pansus Angket Pelindo, Rieke Diah Pitaloka.

Menurut Rieke, BPK RI telah melaporkan hasil audit investigatif tahap pertama, terkait perpanjangan kontrak JICT, kepada DPR RI dan Pansus Angket Pelindo II pada tanggal 13 Juni 2017 yang lalu.

"Jadi begini, kontrak pertama sebenarnya baru berakhir pada tahun 2019, dan jika tidak diperpanjang maka JICT seratus persen menjadi milik Indonesia," tukasnya.

"BPK sendiri, menengarai berbagai kejanggalan dalam proses perpanjangan yang dilakukan pada tahun 2015. Anehnya perpanjangan kontrak sendiri tetap berlaku dari 2019 hingga 2039," timpal Rieke.

Sementara itu, menurut hasil audit BPK, ada indikasi kuat telah terjadi pelanggaran yang berpotensi mengakibatkan kerugian negara hingga mencapai Rp 4,08 triliun.

"Sebagai bentuk pelaksanaan Ketentuan Pasal 21 UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, DPR RI telah lakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya," tandas Rieke.

Adapun hasil pembahasan temuan pemeriksaan Investigatif BPK RI atas perpanjangan Kerjasama Pengelolaan dan Pengoperasian Pelabuhan PT Pelindo II berupa kerjasama usaha dengan PT JICT, DPR telah menyimpulkan bahwa, telah terpenuhi dua unsur atas Tindak Pidana Korupsi berupa adanya dugaan kuat penyimpangan atas Peraturan perundang-perundangan dan Indikasi terjadinya kerugian keuangan negara sebesar US $ 306 juta (sekitar Rp. 4,08 T).

LPansus Angket DPR RI tentang Pelindo II mendukung KPK RI untuk menindaklanjuti dengan Proses Hukum Penyidikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat (3) dan (4) UU No 15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan," jelas Rieke.

Masih kata politisi PDIP ini. Sebagai bentuk akuntabilitas penanganan Hasil Pansus Angket DPR RI tentang Pelindo II, tindak pidana dilakukan oleh KPK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, maka DPR RI sesuai dengan Kewenangan Konstitusional meminta kepada KPK untuk melaporkan perkembangan proses hukum kepada DPR RI. Pasal 8 Ayat (4) UU 15/2006 tentang BPK menyatakan laporan BPK menjadi dasar dimulainya penyidikan oleh lembaga yang berwenang dalam hal ini KPK.

Sementara itu, Daniel Johan juga meyakini, bahwa KPK tidak akan berhenti hanya pada pengungkapan QCC (hasil perhitungan KPK dan ahli yang dilibatkan sebesar USD 3.629.922 atau sekitar Rp 47 M pada kasus ini).

"Saya yakin KPK serius dan mampu mengungkap dan menegakkan hukum pada kasus lainnya di Pelindo II yang merugikan negara triliunan rupiah," tandasnya.

Untuk itu kata dia, Pansus mendukung niat baik KPK untuk membentuk "Tim Khusus" yang terdiri dari KPK, BPK, dan PPATK untuk menghasilkan keputusan hukum yang konkret dan tegas terhadap siapa pun yang terlibat dalam kasus Pelindo II yang berpotensi merugikan negara, meliputi pengadaan barang, perpanjangan kontrak JICT, Terminal Peti Kemas Koja, Pembangunan Kali Baru dan Global Bond.

"Pansus siap bekerja sama dengan KPK, karenanya akan secara aktif berkomunikasi dengan KPK agar niat tersebut tidak sekedar menjadi wacana," pungkasnya. ***