MEDAN - Dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan kendaraan operasional Bank Sumut, dianggap bukanlah tidak pidana yang masuk ranah korupsi.

Pernyataan ini disampaikan saksi ahli dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakkir saat dihadirkan mendengarkan pendapatnya untuk mantan Kepala Divisi Umum Bank Sumut, Irwan Pulungan di Ruang Cakra VII Pengadilan Tipikor pada PN Medan.

"Kalau dia badan usahanya sudah berbentuk perseroan terbatas (PT), maka sepenuhnya harus tunduk pada Undang-Undang PT. Saya tidak setuju jika dia statusnya PT, namun jika ada kerugian dikenakan tindak pidana korupsi," kata Mudzakkir di hadapan majelis hakim Sriwahyuni.

Ia menambahkan, jika terjadi tindak pidana di dalam perbankan, makanya seharusnya yang dijerat adalah tindak pidana perbankan. Bukan tindak pidana korupsi.

"Kalau di dalam PT, dia ada saham mayoritas dan saham minoritas. Kalau saham mayoritas, maka si pemberi saham bisa ikut mengendalikan PT itu. Tapi kalau saham minoritas susah," sebutnya.

Dalam konteks kasus dugaan korupsi di Bank Sumut tersebut, modal yang diberikan pemerintah telah berbentuk jadi saham.

"Dan jika terjadi kerugian, maka dibicarakan dulu di dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Karena di dalam PT, RUPS adalah penyelesaian yang paling tinggi," katanya kembali.

Jika dalam PT terdapat kerugian, maka tetap saja itu menjadi utang. Utang yang harus dibayar. Bukan secara langsung dijerat dengan tindak pidana.

"Sekali lagi saya tekankan, jika pemerintah sudah membentuk usaha itu dalam bentuk PT, maka sepenuhnya harus tunduk pada PT. Kalau tidak mau tunduk, ya silahkan saja usahanya itu dibentuk dengan badan hukum lain. Kan masih banyak. Dan Bank Sumut ini kan bentuknya PT dalam bidang perbankan," jelasnya.