MEDAN - Sidang kasus penistaan agama dengan terdakwa Anthony Ricardo Hutapea alias Anton alias Antoni (62) kembali ‎batal digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (13/7/2017) siang. Pasalnya antara Majelis Hakim dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai tidak ada kordinasi. Batalnya sidang ke-5 ini digelar, karena Ketua Majelis Hakim, Erintuah Damanik sedang menjalani pendidikan dan latihan (Diklat) di Jakarta.

"Saya di Jakarta," sebut Erintuah Damanik saat dikonfirmasi wartawan, melalui telpon selular.

Belum lagi, ditanyakan apa sidang penistaan agama itu, ditunda atau tidak, Erintuah Damanik langsung menutup telpon selularnya dengan alasan lagi sibuk.

Sindu Utomo selaku JPU tampak kecewa dengan sikap majelis hakim, dinilai tidak ada kordinasi atas tidak digelarnya sidang tersebut.

"Kemungkinan tidak sidang ini, sampaikan sekarang tidak ada kabar sidang mau dibuka (gelar)," sebut Sindu.

Sementara itu, terdakwa Antoni sudah dibawa oleh JPU dari Rutan Klas IA Tanjung Gusta Medan untuk dihadirkan dalam sidang tersebut.

"Terdakwa sudah ada, sudah kita bon (bawa)," ungkap Jaksa dari Kejari Medan itu.

Sindu mengatakan dalam sidang itu, dirinya akan menghadirkan seorang saksi bernama Rudi, yang merupakan rekan dari Antoni. Rudi akan mintai keterangan dalam sidang itu.

"Rudi orang yang dititipkan terdakwa Handponenya, untuk mengakui bahwa Handpone dari terdakwa hilang dan membuat laporan polisi atas kehilangan handponenya. Namun, handponenya dititipkan kepada Rudi," jelas Sindu.

Dalam kasus ini, Antoni ‎berhobong dengan mengaku handponenya hilang dan dihecker orang lain. Sehingga membuat postingan menghina Nabi Muhammad SAW akun facebooknya dilakukan orang lain. Namun, postingan itu, diduga kuat dilakukan Antoni sendiri. Kemudian dia merekayasa dengan mengaku kehilangan handpone dan membuat laporan ke kantor Polisi.

Atas perbuatannya, Terdakwa diancam Pidana dalam Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta penistaan agama melalui media sosial, pasal 156 dan 156 (a) KUHPidana dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara‎.