MEDAN-Mendekati libur Lebaran, harga sawit di tingkat petani di Sumatera Utara (Sumut) kian melemah. Itu disebabkan stok yang mulai melimpah karena sebagian pabrik tidak beroperasi atau tutup karena libur Lebaran.

Saat ini, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit sekitar Rp 1.400-an dari sebelumnya masih bisa Rp 1.500 per kg. Harga ini semakin jauh di bawah harga penetapan sebesar Rp 1.741,30 per kg.

Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sumut Gus Dalhari Harahap mengatakan, penurunan harga sawit saat momen Lebaran memang kerap terjadi karena produksi tidak semua tertampung.

"Saat Lebaran, banyak pabrik yang tutup. Makanya pasokan jadi berlebih sehingga berdampak pada harga sawit di petani. Meski murah, ya petani menjual saja. Jika tidak, akan busuk," katanya di Medan.

Dikatakan Gus, harga murah di tingkat petani mungkin akan terjadi hingga usai Lebaran. Terlebih pasokan masih akan melimpah. Tentu ini akan merugikan petani mengingat harga sawit belakangan terus melemah akibat anjloknya harga minyak dunia.

Petani sangat berharap harga akan kembali membaik atau setidaknya bisa mendapatkan harga sesuai harga penetapan.

Sementara itu, harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) kini di kisaran RM 2.488 per ton. Sedikit lebih baik dari sepekan lalu yang sempat terpuruk hingga ke level RM 2.432 per tonnya.

Namun harga yang masih di level rendah ini memicu kekhawatiran jika harga sawit di tingkat petani menjelang Lebaran tahun ini kian lemah. Meskipun kurang begitu berkorelasi secara kuat dikarenakan libur panjang di Indonesia.

"Tapi pelemahan harga CPO jelas akan memberikan tekanan besar terhadap harga sawit di tingkat petani," kata pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin.

Dengan harga CPO yang mampu bertahan stabil saja, kata dia, harga sawit petani tetap berpeluang anjlok saat libur panjang terjadi. Ini lebih dikarenakan oleh terhentinya sementara operasional ditambah dengan sawit itu sendiri yang sifatnya cepat busuk.

"Jadi sisi suplai dan persediaan berpeluang mengalami gap yang terlalu lebar. Sehingga memicu terjadinya fluktuasi harga sawit dengan kecenderungan mengalami penurunan," ujar Gunawan.

Dikatakannya, meski sempat membaik setelah Lebaran, harga CPO masih akan sulit untuk bangkit. Dan akan melihat juga tren perkembangan harga komoditas lainnya. Salah satunya adalah minyak dunia dan harga kedelai dunia. Setelah itu, sisi perkembangan pasokan bisa digunakan sebagai tolok ukur melihat tren permintaan dan penawaran.

Begitupun, tahun ini adalah tahun yang sulit bagi komoditas CPO. Khususnya di semester II-2017. Belum ada sentimen kuat yang bisa mendongkrak harga CPO di semester kedua tahun ini, khususnya harga yang terbentuk setelah Lebaran.

Tentu ada harapan harga CPO bisa pulih di kisaran RM 2.600 per ton setelah Lebaran dan itu akan menjadi kabar yang sangat baik bagi industri CPO di tanah air khususnya Sumut.

"Kita berharap masyarakat mampu melakukan upaya-upaya penyesuaian terhadap harga komoditas belakangan ini, khususnya CPO. Apalagi harga komoditas Sumut sulit untuk dikendalikan karena lebih banyak dipengaruhi faktor eksternal," kata Gunawan.