JAKARTA - Sikap Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menolak permintaan Panitia Hak Angket DPR untuk menjemput paksa Miryam adalah langkah yang tepat yang harus dihargai semua pihak.

Ind Police Wacth (IPW)menilai, ada tiga poin yang patut dicermati dari sikap penolakan Kapolri tersebut.

Pertama, Kapolri ingin menjaga independensi Polri dan menghindari Polri menjadi alat politik dari kepentingan politik tertentu.

"Dengan penolakan itu Kapolri sepertinya ingin memberi kesadaran kepada kalangan legislatif bahwa Polri adalah aparat atau alat penegakan hukum dan bukan alat politik para politisi di DPR," ujar Neta S Pane kepada GoNews.co, Kamis (22/6/2017) di Jakarta.

Kedua kata dia, dari penolakan itu terlihat bahwa Kapolri tidak ingin institusinya, Polri dibenturkan para politisi di DPR dengan KPK.

Sebab lanjutnya, antara Polri dan KPK punya misi yang sama dalam hal pemberantasan korupsi di negeri ini, sementara kasus korupsi dalam proyek e-KTP diduga melibatkan banyak politisi yang harus ditindak KPK satu persatu.

Ketiga, penolakan Kapolri itu sesuai koridor undang undang. Sebab undang undang tidak mengatur bahwa Polri harus memenuhi permintaan Panitia Hak Angket DPR.

"Penolakan Kapolri itu tentu akan memiliki konsekwensi, antara lain Komisi III DPR bisa saja mempermasalahkan hal ini," tukasnya.

Namun begitu, IPW berharap Kapolri tak perlu cemas karena apa yang dilakukannya, yakni menolak permintaan Panitia Hak Angket DPR pasti didukung penuh oleh publik.

"Dalam kasus ini sebenarnya Miryam tidak perlu menarik nariknya ke wilayah politik, dengan menyurati DPR, setelah dirinya ditangkap KPK akibat memberi keterangan palsu dalam kasus e-KTP," paparnya.

Jika Miryam merasa bahwa KPK melakukan pelanggaran hukum dalam penangkapan dan penahannya, anggota Fraksi Hanura DPR, menurut Neta bisa saja melakukan prapradilan.

"IPW berharap Polri dan publik mendukung penuh proses penegakan hukum yang sedang dilakukan KPK. Sehingga siapapun tidak boleh masuk ke dalam wilayah materi perkara, dengan demikian tidak ada intervensi," tegasnya.

Bagi pihak-pihak yang berusaha "ikutan" untuk mengaburkan proses perkara korupsi e-KTP harus dicegah, agar kasus ini bisa diselesaikan di pengadilan Tipikor dan semua anggota DPR yang terlibat harus menjalani proses hukum.

"Demi kelancaran proses penegakan hukum ini Polri justru harus memback up KPK, setidaknya agar penyidik KPK terlindungi dari berbagai ancaman atau teror yang bisa menghambat proses penuntasan kasus korupsi e-KTP," pungkasnya. ***