JAKARTA - Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bertanggung jawab penuh terkait beberapa hal seperti, pemetaan mutu pendidikan, pengembangan dan pengelolaan sistem informasi mutu pendidikan, supervisi satuan pendidikan dalam pencapaian standar nasional, fasilitasi peningkatan mutu pendidikan, dan pelaksanaan kerja sama di bidang penjaminan mutu pendidikan. Tugas tersebut khusus untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.

Selain tugas pokok di atas, LPMP juga menjalankan beberapa kegiatan guna menunjang tugas pokoknya.

Seperti Pengadaan barang (sarana dan prasarana), pembangunan gedung, sampai jasa keamanan kantor. Semua kegiatan tersebut dituangkan dalam berbagai macam proyek yang menggunakan uang negara.

Terkait proyek yang dilaksanakan LPMP Kemendikbud, Center for Budget Analysis (CBA) memiliki beberapa catatan. Khususnya proyek yang dijalankan selama tahun 2016.

Dimana salah satunya ditemukan 9 proyek bermasalah di LPMP Sumatera Utara, proyek bermasalah tersebut kebanyakan berupa pengadaan barang seperti: pengadaan gorden, pakaian, springbed, televisi. Dari 9 proyek bermasalah ini ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp2.155.731.825.

Yang kedua, LPMP Sulawesi Barat (Sulbar) juga ditemukan 9 proyek bermasalah, yang terdiri dari pengadaan laptop, server, Meubilair, peralatan dapur, serta proyek pemeliharaan. Total potensi kerugian negara di proyek LPMP Sulbar sebesar Rp364.252.800.

Dan yang ketiga LPMP Sumatera Selatan ditemukan 3 proyek bermasalah, yang terdiri dari Pekerjaan Interior dan Eksterior asrama II, Pengadaan AC, dan jasa konsultasi pembangunan ruang makan. Total potensi kerugian negara dalam tiga proyek tersebut sebesar Rp324.928.000.

Hal ini diungkapkan Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA) Jajang Nurjaman kepada GoNews.co, Senin (19/6/2017).

"Catatan selanjutnya adalah, LPMP Kalimantan Timur kami memukan 3 proyek bermasalah, yang terdiri dari pembangunan interior, pagar keliling dan Asrama. Dari ketiga proyek tersebut ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp1.492.902.000," paparnya.

Kemudian lanjutnya, LPMP Lampung disana ditemukan 3 Proyek bermasalah, yaitu pembangunan set interior kamar asrama mawar dan anggrek, dan pembangunan gedung asrama. Dari ketiga proyek tersebut ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp1.479.392.440.

Di LPMP Aceh juga ditemukan 2 proyek bermasalah, yakni dalam proyek pengawasan dan pembangunan gedung aula. Dari proyek ini ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp363.659.000.

Selanjutnya kata Jajang, LPMP Sulawesi Selatan, ditemukan 2 proyek bermasalah. Yakni proyek Pengadaan Meubelair dan Jasa Konsultansi Perencana Gedung Pendidikan LPMP Sulsel. Dari kedua proyek tersebut ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp141.229.510.

LPMP Sulawesi Tengah dalam proyek Penambahan Peralatan dan Meubelair Gedung Kantor Utama dan Asrama, LPMP Kepulauan Riau (Kepri) dalam proyek Pembangunan Gedung Maintenance & Repair. Dan LPMP DKI Jakarta dalam proyek Pengadaan Jasa Keamanan Kantor. Total potensi kerugian negara dari proyek tersebut sebesar Rp186.190.520

"Secara keseluruhan proyek yang dijalankan LPMP Kemendikbud selama tahun 2016, 34 diantaranya bermasalah. Hal tersebut disebabkan karena beberapa modus yang ditemukan seperti terdapat perusahaan yang memenangkan lebih dari satu proyek (persaingan tidak sehat)," tandasnya.

"Ditambah nilai proyek yang ditetapkan terlalu mahal (dugaan mark up). Akibat hal tersebut total potensi kerugian negara dalam proyek yang dijalankan LPMP Kemendikbud selama tahun 2016 sebesar Rp6.508.286.095," tukasnya.

Fakta di atas lanjutnya, menunjukan potensi kebocoran anggaran di tubuh Kemendikbud sangat besar.

"Center for Budget Analysis menyarankan kepada Muhadjir Effendy lebih baik segara melakukan evaluasi dan pengawasan lebih ketat kepada lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan yang dipimpinnya, daripada sibuk dengan kebijakan Full Day School yang Cuma bikin gaduh," pungkasnya. ***