TANJUNGMORAWA-Masalah pembebasan lahan masih menjadi kendala dalam proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia. Proyek jalan tol di Sumatera Utara (Sumut) misalnya, hingga saat ini belum bisa rampung karena masalah lahan.

Ketua LINGKAR (Lembaga Independen Gerakan Anti Korupsi) Indonesia, Rahmat Hidayat mengklaim, persoalan pembebasan tanah untuk proyek jalan tol Medan-Kualanamau-Tebingtinggi, Medan-Binjai, rencana jalan tol Medan-Kisaran, dan Tebingtinggi-Siantar-Parapat, seluruhnya masuk dalam proyek jalan tol trans Sumatera.

Menurut Rahmat, kendala pembebasan lahan antara lain disebabkan masih adanya lahan sengketa, lahan yang sudah ditempati penduduk sejak lama, sampai pembebasan lahan perkebunan yang sudah ditempati warga selama puluhan tahun.

"Beberapa sesi yang terkendala antara lain tol Medan-Binjai, Kualanamu masih banyak lagi yang belum dibebaskan tanahnya. Demikian juga tol Tebingtinggi yang juga banyak terkendala pembebasan lahan," jelasnya di Tanjungmorawa.

Rahmat mengatakan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional mengatakan, akan bertindak tegas karena itu ada Peraturan Presiden yang mengatur pembebasan lahan. "Jangan sampai pembangunan jalan tol Binjai-Tebingtinggi tidak selesai karena persoalan lahan," jelasnya.

Rahmat berharap, masalah tersebut bisa segera diselesaikan karena pembangunan saat ini sudah berjalan. "Kita harapkan permasalahan ini cepat selesai dan tidak ada persoalan lagi," ujarnya.

Sementara itu, Nurhedi, seorang warga Desa Bangun Sari Baru Kecamatan Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang yang rumah dan tanahnya terkena proyek jalan tol Binjai-Tebingtinggi mengatakan, ada perbedaan biaya ganti rugi atas pembebasan tanah.

"Kenapa yang terakhir menerima ganti rugi dapat lebih banyak dari yang menerima pertama. Karena itu kami meminta agar nilai ganti rugi disamakan. Jika itu diselesaikan kemungkinan kami bisa meninggalkan tempat tinggal kami. Karena perbedaan itulah kami berat meninggalkan tempat ini walau sudah dibayar," ujarnya.

Kepala Desa Bangun Sari Baru Sumber Edi, saat ditemui wartawan mengatakan, memang ada beberapa rumah lagi yang belum mau meninggalkan tempat mereka walau sudah dibayar. "Mereka menuntut agar nilai ganti ruginya disamakan dengan yang terakhir," kata dia.