MEDAN - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pekan depan akan melimpahkan berkas tersangka ‎mantan Kepala Dinas (Kadis) PU Bina Marga, Darwin Sitepu dan Samsir Muhammad Nasution selaku Bendahara Dinas PU atas kasus dugaan korupsi pemeliharaan jalan di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga Kabupaten Sergai tahun anggaran (TA) 2014 senilai Rp 11,8 miliar, ke Pengadilan Negeri (PN) Medan untuk segera diadili.‎ Hal itu diungkapkan Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejatisu, Sumanggar Siagian‎.

"Sudah tahap dua, tinggal perampungan surat dakwaan dan minggu depan segera dilimpahkan ke Pengadilan," sebut Sumanggar, Sabtu (10/6/2017).

Proses hukum yang cepat ini, dengan kurun waktu sekitar 4 bulan ini, dipastikan akhir Ramadan ini, kedua tersangka sudah mulai diadili dengan sidang perdana beragendakan pembacaan surat dakwaan dari JPU.

"Tinggal menunggu aja rampong surat dakwaan, langsung akan dikirim berkasnya ke pengadilan lah," tuturnya.

Kasus korupsi mega proyek di Pemkab Sergei ini, bukan hasil temuan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atau laporan dari masyarakat. Namun, hasil laporan dari pihak rekanan sendiri, yakni ‎CV. Karya Bakti Mandiri ke penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejatisu.

Lataran pihak kontrakan atau rekanan 'sakit hati'. Karena, honor proyek pengerjaan perawatan jalan itu, tidak dibayarkan oleh kedua tersangka sesuai dengan kontrak yang disepakati. Meski pengerjaan sudah selesai dikerjakan.

Atas hal itu, CV. Karya Bakti Mandiri melayangkan laporan dugaan korupsi di tubuh Dinas PU Bina Marga Sergei ke penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejatisu.

"Kalau rekanan (‎CV. Karya Bakti Mandiri, red) dalam kasus ini adalah korban dari dua tersangka itu. Karena (honor) pengerjaan proyek tersebut, tidak dibayarkan," sebut Sumanggar.

Sumanggar dengan terbuka memberikan keterangan untuk klarifikasi, bahwa dalam kasus ini CV. Karya Bakti Mandiri tidak terlibat dalam dugaan korupsi tersebut. Namun, sebaliknya malah pihak rekanan yang dirugikan oleh dua tersangka itu.

"Yang biasanya dalam kasus korupsi, pihak rekanan ikut terlibat. Namun, ini tidak. Malah rekanan tidak dibayarkan (honor) hasil‎ pengerjaannya," tuturnya.

Disinggung soal ‎CV. Karya Bakti Mandiri, yang sesuai dengan kontrak, tidak melaksanakan pengerjaan proyek. Sumanggar mengatakan dengan alasan honor pengerjaan tidak dibayarkan. Makanya, pihak pelaksana atau rekanan enggan mau mengerjakan kembali.

"Menurut hasil penyidikan, karena tidak dikerjakan itu. Makanya mereka (kedua tersangka,red) membuat proyek fiktif. Karena, belum dibayar (honor) pengerjaan itu," ungkapnya.

Sementara itu, Sumanggar mengklaim pihaknya sudah melakukan audit penghitungan kerugian negara (PKN) dari total anggaran Rp 11,8 miliar dalam kasus korupsi ini, negara dirugikan mencapai Rp 6,9 milair.

"Kita tidak menggunakan auditor BPKP atau akuntan publik. Ini penghitungan kerugian negara dari penyidik kita di Pidsus Kejati Sumut," jelas Sumanggar.

Sumanggar mengungkapkan bahwa dalam penghitungan kerugian dalam kasus ini, tidak susah dan cepat selesai dilakukan penghitungan kerugian negaranya."Karena, ini 66 kegiatan perawat jalan, merupakan proyek penunjukan langsung (PL)," ungkapnya.

Namun, ada kesalahan dan melawan hukum mengakibatkan negara dirugian. Pasalnya, pekerjaan perawatan jalan itu, seluruh dikerjakan oleh ‎CV. Karya Bakti Mandiri."Jadinya, semua pengerjaan dilakukan ‎‎CV. Karya Bakti Mandiri," ujar Sumanggar.

Sumanggar menjelaskan dalam kasus korupsi, telah terjadi melawan dalam kegiatan proyek sebanyak 66 item‎ pada proyek pemeliharaan Jalan Tersebar di Kabupaten Sergei, yang terindikasi merugikan keuangan negara dalam proyek tersebut.

"Yang mana perbuatan melawan hukum yang dilakukan adalah kegiatan fiktif dan pengadaan Bahan tidak sesuai volume pengerjaan dengan kontrak kerja," jelasnya.‎