JAKARTA - Terkait dengan kebijakan pemerintah dalam memutuskan kenaikan tarif dasar listrik (TDL), Fraksi PPP DPR RI, meminta agar dipertimbangkan dan dikaji ulang.

Pasalnya, menurut Fraksi PPP, kondisi ekonomi saat ini masih belum stabil. Dimana Pemerintah Jokowi telah menaikkan tarif dasar listrik golongan konsumen 900 VA sebesar 143% dari Rp605/KWh ke Rp135/Kwh. Dimana konsumen 900 VA ini sebagian besar merupakan kalangan rumah tangga dengan tingkat ekonomi lemah.

Hal ini diungkapkan Ketua Fraksi PPP Reni Marlinawati yang didampingi jajaran anggota Fraksi PPP dalam diskusi dan buka puasa bersama wartawan Parlemen di Press Room DPR/MPR/DPD RI, Rabu (7/6/2017).

"Kenaikan tarif dasar listrik yang dilakukan tanpa sosialisasi secara memadai ini, justru dapat menambah persoalan ekonomi masyarakat, apalagi bersamaan dengan bulan ramadhan dan idul fitri. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi inflasi, dimana hal ini justru akan bertentangan dengan Nawa Cita .lokowi-JK yang menginginkan adanya kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik," ujarnya.

Sementara kata dia, kenaikan inflasi yang timbul akibat kenaikan TDL akan menggerus tingkat pendapatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat semakin menurun.

"Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menyadari bahwa listrik sangat berperan dalam mendorong tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, harga energi yang murah merupakan upaya untuk mendorong kegiatan ekonom dan pendapatan masyarakat," tukasnya.

Menyikapi kebijakan pemerintah menaikkan tarif dasar listrik ini, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan meminta kepada pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan menaikkan tarif dasar listrik, dengan melakukan: 

Pertama, menekan kebocoran transmisi guna meningkatkan efisiensi penyaluran daya listrik. Peningkatan efisiensi itu dilakukan di semua lini dengan menekan tingkat losses (susut tenaga listrik) serendah mungkin. 

Kedua, dalam jangka pendek pemerintah bisa melakukan renegosiasi harga pembelian bahan bakar untuk dapatkan potongan harga sehingga dapat melakukan penghematan. "Pemerintah harus mengurangi pemakaian BBM yang masih cukup besar untuk pembangkit yang ada dan menggantikannya dengan bahan bakar lain, seperti gas, batu bara, panas bumi, dan air, kecuali lebih murah pasokan bahan bakar lainnya itu jauh lebih banyak dibandingkan dengan BBM," tandasnya.

Untuk itu pemerintah diharapkan mendorong BUMN di sektor energi-PT Pertamina, PT Perusahaan Gas Negara, dan PT Bukit Asam-agar dapat menjamin pasokan bahan bakar pembangkit listrik. Khususnya gas dan batu bara, kepada PLN, sehingga konsumsi BBM dapat dikurangi secara signifikan. 

Sementara dalam jangka panjang bagaimana pemerintah bisa mengurangi porsi BBM dan meningkatkan porsi energi terbarukan. Dalam memenuhi kebutuhan energi domestik, pemerintah harus memprioritaskan program diversifikasi energi. 

"Ketiga, mengurangi mark up dalam kegiatan penyediaan energi nasional sehingga mendorong investasi dan ketersediaan energi lebih murah. Tantangan utama yang dihadapi pemerintah dalam penyediaan listrik nasional adalah pertumbuhan konsumsi listrik yang tinggi, kurangnya investasi. dan porsi biaya energi primer atau BBM masih sangat besar," pungkasnya. ***