MEDAN-Laju inflasi Sumut bulan Mei yang tercatat sebesar 0.07% memang terbilang sangat rendah. Ini merupakan kabar baik tentunya bagi tim pengendali inflasi daerah, dan bagi realisasi inflasi tahunan ini nantinya. Demikian dikatakan Pengamat Ekonomi Sumut, Gumawan Benyamin kepada wartawan hari ini.

"Tetapi inflasi rendah yang terjadi saat ini juga dipicu oleh pelemahan daya beli masyarakat kita serta terpuruknya sejumlah kebutuhan pokok masyarakat," katanya.

Dia menjelaskan harga komoditas pangan akhir-akhri ini terpuruk seperti halnya cabai merah. Meski demikian cabai merah masih termasuk komoditas yang menyumbang inflasi di bulan mei. Memang ada sedikit tren kenaikan harga cabai dibandingkan dengan bulan april. Hanya saja, harga cabai tersebut diperdagangkan murah. Masih diksiaran 15 ribu hingga 22 ribu per Kg-nya.

"Artinya meskipun penyumbang inflasi, namun harga cabai tersebut masih terbilang sangat murah. Realisasi inflasi yang rendah tersebut bahkan terjadi disaat pemerintah mencabut tariff listrik untuk pengguna 900 VA. Jadi sebenarnya tidak terlihat kontribusi yang besar dari bahan pangan yang mengalami kenaikan terhadap laju tekanan inflasi itu sendiri," paparnya.

Disisi yang lain, kenaikan harga bawang putih mencapai 48 ribu per Kg seharusnya membuat kita kuatir akan kemungkinan laju tekanan inflasi yang lebih tinggi. Namun fakta justru berbicara lain. Bawang putih yang mahal tidak memicu kenaikan inflasi yang signifkan. Jadi kesimpulannya begini.

"Di saat bawang putih naik, TDL naik, cabai dihitung mengalami kenaikan harga, tiket pesawat naik. Bersamaan dengan itu semua ada penurunan daya beli yang sangat tajam di masyarakat kita. Sehingga bahan pangan yang murah tersebut, juga dibarengi dengan penurunan harga komoditas unggulan SUMUT seperti sawit dan karet," terangnya.

Dia menambahkan harga pangan yang murah, namun tidak dibarengi dengan penambahan pendapatan membuat inflasi nyaris tidak bergerak. Secara keseluruhan ini menjadi kabar buruk bagi kita semua. Karena harga pangan yang murah tersebut terjadi disaat masyarakat Sumut semakin miskin. Nilai tukar petani saat ini anjlok di bawah 100 yang menunjukan penurunan kemampuan petani dalam memenuhi kebutuhannya.