TAPANULI SELATAN-Ketua Komisi XII DPR-RI Gus Irawan Pasaribu, mendesak kepada seluruh perusahaan tambang di Indonesia, khususnya PT Agincourt Resources, agar segera mengevaluasi izin sistem kontrak karya, yang saat ini masih diterapkan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

“Sebagai Ketua Komisi XII DPR-RI, saya berharap kepada PT AR, agar menaati semua aturan perizinan yang saat ini berlaku,” ujarnya kepada wartawan disela-sela kunjungannya ke Tapanuli Selatan (19/5/2017).

Politisi asal Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu menyebutkan, saat ini, PT AR masih menggunakan system kontrak karya, bukan IUPK.

Kondisi ini tentunya berpeluang akan menimbulkan masalah baru terhadap pemerintah pada masa yang akan datang, seperti perusahaan tambang yang menggunakan system izin kontrak karya. Menurutnya, Freeport Indonesia sebelumnya juga menggunakan system kontrak karya, sehingga menimbulkan masalah saat ini.

”Untuk mencegah adanya masalah, perusahaan harus segera menaati aturan perizinan yang saat ini diberlakukan,” tuturnya.

Banyak dampak negatif dari perusahaan tambang yang masih mempergunakan system kontrak karya, sebab, campur tangan pemerintah apabila timbul masalah dalam perusahaan itu tidak ada. Alasannya, keterlibatan internasional seperti Arbitrase yang selalu didengung-dengunkan perusahaan pertambangan.

“Saya harus akui, bahwa posisi Indonesia di dunia internasional dengan adanya Arbitrase masih lemah, sehingga menjadi celah bagi perusahaan tambang,” ujarnya.

Sebaliknya, apabila seluruh perusahaan tambang di Indonesia sudah menggunakan IUPK, maka keterlibatan pemerintah cukup besar, bahkan pemerintah bisa saja menjatuhkan sanksi apabila perusahaan tersebut memiliki masalah.”Tidak hanya sanksi, bahkan pemerintah bisa kapan saja mencabut izin usaha itu apabila ada masalah,” imbuhnya.

Lebih lanjut laki-laki yang pernah menjabat Direktur PT Bank Sumut itu mengatakan, apabila mengacu kepada Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral, nomor 1/2017 tentang, operasi paralel pembangkit tenaga listrik dengan jaringan tenaga listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), maka perusahaan tambang diwajibkan untuk membuat smalter dengan mengganti izin kontrak karya menjadi IUPK.

Menurutnya, Komisi XII DPR RI sudah mengagendakan untuk segera menganti rezim kontrak karya menjadi IUPK, sehingga pemerintah bisa bertindak tegas kepada perusahaan-perusahaan tambang yang memiliki masalah.

”Wacana mengganti rezim itu sudah ada dibahas di Komisi XII DPR-RI, dan saya sebagai pimpinan memastikan akan mengganti pola itu,” tandasnya.

Dia menambahkan, saat ini dia belum melihat perbaikan ekonomi yang segnifikan kepada masyarakat Batangtoru dengan kehadiran usaha yang bergerak dibidang pertambangan emas tersebut. Corporate Commonication Senior Manager PT AR Katarina Siburian mengatakan, seperti halnya banyak perusahaan yang saat ini memegang kontrak karya, PT AR saat ini sedang mendiskusikannya dengan pemerintah.

”Saya tidak banyak mengerti, tapi saat ini kami sedang koordinasi dengan pemerintah,” tandasnya ketika dikonfimasi melalui pesan singkatnya.