MEDAN-Sejak awal bulan April hingga menjelang akhir bulan, harga minyak mentah dunia terpuruk cukup signifikan. Pelemahan harga minyak mentah dunia tersebut memicu terjadinya pelemahan harga komoditas lainnya termasuk komoditas unggulan di Sumatera utara. Demikian dikatakan Pengamat Ekonomi Sumut, Benyamin Gumawan kepada wartawan hari ini.

"Harga minyak mentah dunia sempat mendekati level $54 per barel. Saat ini harganya dikisaran $49 per barel," katanya.

Dia menjelaskan dan diwaktu yang bersamaan harga CPO masih mampu bertahan dikisaran harga RM 2.600 hingga RM 2.700 per tonnya. Saat ini harga CPO ditransaksikan dikisaran RM 2.480 per ton. Selain itu harga karet juga demikian. Dalam sebulan terkahir juga mengalami penurunan. Hanya saja penurunan pada harga karet tidak berlanjut saat mendekati level psikologis 200 Yen Per Kg.

"Saat ini harga karet di transaksikan di kisaran 218 yen per Kg. turun dari posisi sebelumnya dikisaran harga 220 yen per Kg," jelasnya.

Dia menegaskan pelemahan harga minyak mentah dunia ini memang memiliki sensitifitas terhadap harga komoditas lainnya. Disaat harga minyak melemah, ada kecenderungan komoditas lain akan menyesuaikan harganya. Terlebih komoditas yang menjadi bahan substitusi dari minyak dunia itu sendiri. Hal inilah yang saya pikir menjadi pemicu memburuknya harga komoditas di Sumut.

Ditambah lagi dengan penguatan Rupiah. Rupiah yang menguat bisa memperburuk harga komoditas di Sumatera Utara. Dan nantinya akan menekan daya beli masyarakat di Sumut. Dengan penurunan harga komoditas tersebut akan mempengaruhi harga di tingkat petani. Yang nantinya akan menekan daya beli petani termasuk daya beli masyarakat secara umum.
Menjelang Ramadhan dan Lebaran, saya pikir penurunan harga komoditas ini akan menjadi kabar buruk bagi kita semua. Tidak ada yang bisa dilakukan untuk memperbaiki daya beli selain mengharapkan kenaikan harga komoditas itu sendiri dalam jangka pendek.

Jadi dengan penurunan harga komoditas tersebut, penjualan ritel di Sumut tidak akan jauh berbeda dibandingkan selama konsumsi di bulan ramadhan dan idul fitri tahun yang lalu. Tahun ini, kesulitan ekonomi masih akan membayangi karena pada dasarnya kita sangat bergantung kepada pertanian khususnya perkebunan.

Di sisi lain, peran industri manufaktur di Sumut juga belum menjadi pilar bagi ketahan ekonomi di Sumut. Pembangunan proyek infrastruktur memang banyak membantu mengurai pengangguran serta memperbaiki daya beli. Namun kontribusinya masih kalah jauh dibandingkan dengan perkebunan atau pertanian. Selain itu, pembangunan infrastruktur ini sangat bergantung kepada belanja pemerintah dan sifatnya hingga proyek selesai.

"Saya hanya bisa menyarankan agar masyarakat di SUMUT bijak dalam mengendalikan pengeluaran terlebih saat ini bertepatan dengan kenaikan kelas. Utamakan belanja untuk kebutuhan sekolah terlebih dahulu. Karena pada dasarnya ramadhan dan lebaran tidak memiliki kaitan dengan belanja rutin yang besar. Ini hanya budaya konsumtif yang sering terjadi di setiap tahun yang memanfaatkan momentum Ramadhan dan Lebaran," tambahnya.