MEDAN-Anthony Hutapea, resmi ditahan oleh Kepolisian Resor Kota Besar Medan karena dugaan penistaan agama. Menanggapi hal tersebut, akademisi sosial politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar angkat bicara.

Ia mengatakan, secara politik dan hukum, ada beberapa hal yang sangat menarik dalam kasus ini. "Pertama, bahwa pada Kamis, (13/42017) sekitar pukul 10.00 Anthony Hutapea sudah mendatangani Polsek di wilayah hukum tempat tinggalnya. Ia melaporkan bahwa pada Minggu (9/4/2017) sekitar pukul 13.00 di Jalan Putri Hijau telah kehilangan tiga jenis barang-barang miliknya yang terdiri dari sebuah handphone, selembar kartu ATM dan sebuah charger berikut powerbank. 

Setelah itu ia memeroleh sepucuk surat dari pihak Kepolisian yang kemudian diupload pada facebooknya saat membuat status permohonan maafnya," kata Shohibul Anshor ketika ditemui GoSumut di Kampus UMSU, Jalan Mukhtar Basri Medan, Jumat, (21/4/2017).

Tidak hanya itu, Shohib menjelaskan, tetapi setelah ditangkap untuk kemudian resmi ditahan oleh Polresta Medan pada Senin, (17/4/2017), Anthony Hutapea pun menyatakan permohonan maaf. Artinya, ada perbedaan laporan yang ia sampaikan pada (13/4/2017) dengan pernyataannya setelah ditahan. Dengan begitu, dugaan kuat orang-orang yang menyalahkannya untuk sementara terbukti meyakinkan, bahwa Anthony Hutapea benar-benar melakukan penistaan terhadap Islam. "Dengan demikian laporan kehilangan yang dibuatnya sudah menjadi sebuah peristiwa hukum pula," jelas jebolan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini.

Kedua, Shohib mengungkapkan, dalam kasus ini ia tidak menafikkan dampak situasi Jakarta, berawal dari penistaan terhadap agama Islam yang dituduhkan kepada Ahok dan hingga kini masih diproses di peradilan. "Saya menduga hal yang sama terjadi di seluruh Indonesia. Baik muslim maupun non-muslim dan bahkan etnis Tionghoa sendiri, terpilah oleh pro dan kontra. Tetapi meskipun demikian, pihak yang mendukung hukuman terhadap Ahok jauh lebih besar," ungkap Shohib.

Selain itu, Sekretaris Umum Parsadaan Luat Pahae Indonesia (PLPI) ini menuturkan, spontanitas para aktivis Islam yang secara sportif mendatangani pihak keamanan sangat dipujikan. Mereka berusaha sebaik mungkin meyakinkan masyarakat bahwa pendekatan hukum adalah langkah terbaik. Hal ini yang terkadang tidak bersambut baik, hingga ada akumulasi perasaan panas di tengah masyarakat. "Dalam kasus Anthony Hutapea saya ketahui melalui media sosial bahwa orang-orang tertentu sudah mendatangi tempat Anthony Hutapea, dan mereka tidak bertemu. Itu tidak perlu terjadi jika sejak awal tindakan hukum disegerakan. Kasus seperti ini sangat sensitif," tuturnya.

Ketiga, lebih lanjut Shohib menerangkan, agresivitas serangan terhadap muslim di Indonesia saya rasakan meningkat. Mulai dari penggambaran bersifat pejoratif maupun yang bersifat brutal seperti yang dilakukan oleh Anthony Hutapea. Ini mencerminkan sesuatu bahwa umat Islam yang terkenal sangat toleran di antara umat yang ada di permukaan bumi sepanjang sejarah, rupanya tidak selalu beruntung dengan sikap keberagamaannya yang begitu damai. Mengapa sebagai mayoritas malah umat Islam di Indonesia tidak beroleh hak-haknya, diperlakukan sebagaimana mestinya oleh minoritas. Ini menggambarkan situasi pada zaman colonial. Umat Islam mayoritas tetapi di luar jumlah ia sebetunya minoritas.

Minoritas karena sistem-sistim sumberdaya yang ada dalam bidang politik, ekonomi dan budaya, dikuasai oleh non muslim yang memerankan diri justru cenderung sebagai musuh bagi muslim. "Ini harus menjadi pemikiran bagi para negarawan dan seharusnya Negara sadar bahwa apa yang ditempuhnya selama ini adalah kesalahan besar dengan menggembar-gemborkan nilai-nilai negatif tentang Islam seperti intoleran, garis keras dan lain sebagainya. Itu sangat bertentangan dengan fakta. Hari ini dengan membaca sikap resmi Negara terhadap umat Islam, musuh Islam yang paling lemah sekali pun seakan-akan punya keberanian melakukan penistaan terhadap Islam," terangnya.


Keempat, Koordinator Umum Basis Sosial Inisiatif & Swadaya ('nBasis) ini menambahkan, belum lama ini ada ucapan yang menegaskan bahwa agama tidak boleh dicampuradukkan dengan politik justru pada saat dilakukan peresmian kilometer nol peradaban Islam di Barus, Tapanuli Tengah. Meski belakangan diklarifikasi, kiranya cukup menggambarkan betapa jaringan pekerjaan yang memusuhi Islam sangat dahsyat di Indonesia.

Pengaruh scenario internasional tidak dapat dinafikan. Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai. Tidak melalui jalan-jalan lain seperti kolonialisme, invasi militer dan yang semisal. Tidak sama sekali. Karena itu ia tidak memiliki watak yang dituduhkan (teroris, intoleran dan lain sebagainya). Namun demikian dunia internasional bersama orang-orangnya yang ditanam di Indonesia sudah cukup lama bekerja untuk ini dan menghabiskan waktu dengan menghabiskan uang yang banyak sekali.