MEDAN - Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) akan melakukan pemeriksaan tujuh tersangka pada Selasa (4/4/2017) besok, atas kasus ‎dugaan korupsi proyek pengadaan komputer di sejumlah sekolah di Kabupaten Dairi, senilai Rp 2 miliar. Namun penyidik belum melakukan penahanan terhadap ‎tiga tersangka baru yakni ‎Wilfred Sianturi selalu pejabat pembuat komitmen (PPK), Cut Dian Meutia Direktur CV Hati Mulia selaku rekanan dan Dian Kristina.

Sedangkan, 4 tersangka lainnya, yakni Pasder Brutu merupakan mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Dairi serta sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam kasus ini, ‎Melanton Purba sebagai Direktur CV. Langit Biru, Holman Siringoringo selaku Direktur CV. Ruthani Mandiri dan Arifin Lumban Gaol selaku Wakil Direktur CV. Keke Lestari sudah ditahan penyidik di Rutan Kelas IA Tanjung Gusta, Medan.

Disinggung apakah penyidik akan melakukan penahanan terhadap tersangka baru seperti tersangka yang lainnya. Kasi Penkum Kejatisu Sumanggar Siagian mengatakan soal penahanan wewenang penyidik nantinya.

"Kita periksa mereka ketujuh tersangka besok, soal penahanan itu kembali kepada penyidik. Kita lihat nanti aja lah, ditahan atau tidak," ucap Sumanggar, Senin (3/4/2017).

Penetapan ke-7 tersangka itu, baru dilakukan setelah gelar perkara internal dari penyidik Pidsus Kejatisu atas kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat perangkat komputer di sejumlah sekolah Kabupaten Dairi dana yang berasal dari tahun anggaran 2012 bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) dengan pagu anggaran senilai Rp 2 miliar.

Sumanggar menyebutkan pihaknya akan melakukan pemeriksaan dan mengkonfrontir keterangan tersangka yang dijadwalkan penyidik.

"Jadinya, seluruh tersangka akan kita panggil seluruhnya. Termasuk dua tersangka baru juga kita panggil dan akan kita periksa. Semuanya berjumlah 7 orang," bebernya.

‎Terkait dugaan korupsi tersebut telah dilakukan pemeriksaan oleh tim ahli dari Politehnik Negeri Medan dan didapatkan empat item kegiatan tersebut tidak sesuai dengan sfesifikasi yang ada di kontrak. Kemudian dilakukan audit kerugian negara oleh akuntan publik dan didapatkan jumlah kerugian negara lebih kurang Rp 800 juta.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan ‎Tindak Pidana Korupsi.