MEDAN - Peristiwa banjir bandang di kota Padangsidimpuan seharusnya tidak dimaknai sebagai peristiwa biasa. Tak hanya memakan korban jiwa, berbagai material yang ditemukan disepanjang area yang terkena dampak banjir seperti kayu, lumpur, pasir menjadi bukti bahwa kawasan hutan di hulu Sungai Batang Ayumi rusak. Meluapnya air Sungai Batang Ayumi pada Minggu malam (26 /3) kemarin merupakan yang terbesar dalam kurun 50 tahun terakhir. Bahkan peristiwa banjir bandang tersebut diyakini menjadi yang terbesar dan terparah sepanjang sejarah.  Kerusakan hutan di hulu Sungai Batang Ayumi yang meliputi Gunung Lubuk Raya dan Gunung Sibualbuali diyakini sebagai penyebab utama banjir bandang. Alih fungsi hutan menjadi lokasi wisata di Aek Sabaon, perkebunan sawit, penambangan liar dan pengambilan kayu secara ilegal menjadi faktor utama ketidakmampuan daerah resapan air menampung air hujan.

Kerusakan hutan akibat pengambilan kayu ilegal, pembukaan lahan sawit, pembukaan lokasi wisata, penambangan liar di sekitar Gunung Lubuk Raya dan Sibualbuali dan kawasan hutan sebagai daerah tangkapan air di hulu Sungai Batang Ayumi diduga sebagai faktor utama banjir bandang tersebut. Investigasi secara menyeluruh dari aspek izin penguasaan lahan, izin lingkungan, izin usaha berbagai aktivitas pemakaian dan pengelolaan hutan akan memberi bukti- bukti penyebab banjir bandang.

 “Peristiwa ini akan menjadi peristiwa awal jika pembalakan liar dan konvesi hutan tetap terjadi secara terstruktur, sistemik dan masif. Pemerintah pusat, Pemprovsu beserta Pemkab Tapanuli Selatan, Pemkot Padangsidimpuan beserta jajaran TNI dan Polri diminta melakukan penanganan secara serius terhadap seluruh korban akibat banjir bandang. Pendataan penduduk terkena dampak sangat penting untuk memastikan tidak ada lagi korban yang hilang, baik terseret arus sungai maupun tertimpa material kayu, lumpur, pasir,” ujar Sutrisno Pangaribuan ST, Anggota DPRDSU Komsi C, Kamis (30/3) .

Pemerintah diminta untuk segera membersihkan material sisa banjir yang masih menutupi tempat beraktivitas penduduk penduduk baik rumah, sekolah, rumah ibadah maupun fasilitas umum lainnya. Pembersihan material sisa banjir ini agar masyarakat memiliki kepastian kapan kembali pulang dan beraktivitas seperti semula. Material yang menutupi rumah, sekolah, tempat ibadah maupun fasilitas umum lainnya harus menjadi prioritas, sehingga kehidupan seperti sebelumnya akan terlihat kembali.

Presiden diminta untuk memerintahkan Kapolri untuk segera memeriksa seluruh izin, penerbit izin, dan pemilik/ pengguna izin penguasaan/ pemanfaatan kawasan hutan di hulu Sungai  Batang Ayumi, baik di Gunung Lubuk Raya, Sibualbuali dan seluruh kawasan hutan di hulu Sungai Batang Ayumi. Proses dan tahapan penerbitan berbagai izin penguasaan/ pemanfaatan hutan diduga tidak sesuai peraturan perundang- undangan sehingga izin tersebut tidak mempertimbangkan keseimbangan ekosistem.

“Untuk Kapolri diminta untuk segera menugaskan tim dari Mabes Polri, Polda Sumatera Utara untuk memeriksa seluruh pihak yang terkait dengan izin penguasaan/ pemanfaatan hutan, baik izin yang diterbitkan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Gubernur Sumatera Utara, maupun Bupati/ Walikota di kawasan hulu Sungai Batang Ayumi. Alih fungsi kawasan hutan di kawasan di hulu Sungai Batang Ayumi diduga melibatkan oknum Kepala Daerah dan oknum Anggota DPRD,” terang wakil bendahara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Sumatera Utara.

Beberapa waktu yang lalu, tertanggal 27 Mei 2016 Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah melakukan pemanggilan terhadap sejumlah nama yang disebut sebagai “pelaku pengerjaan kawasan”. Para pihak yang dipanggil tersebut diberi waktu 14 hari kalender untuk hadir di kantor Kehutanan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Jl. Sisingamangaraja KM 5,5 No.14 Medan. Dalam surat panggilan tersebut, terdapat sebagian lokasi di Desa Aek Sabaon, Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan yang merupakan hulu Sungai Batang Ayumi.

“Hingga saat ini, pemanggilan tidak pernah dipublikasikan oleh Kehutanan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Oleh karena itu, Polda Sumatera Utara diminta segera memanggil Kepala  Kehutanan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara terkait perkembangan pemanggilan para “pelaku pengerjaan kawasan” tersebut,” bebernya lagi.

Untuk itulah, menurut masyarakat diminta untuk mengawasi proses rehabilitasi/ rekonstruksi beserta seluruh aktivitas pemulihan masyarakat korban bencana banjir bandang. Dana bencana yang bersumber dari APBN/ APBD Provinsi/ APBD Kabupaten/ Kota juga rawan penyimpangan.

“Pemerintah diminta untuk segera melakukan penanaman kembali hutan di hulu Sungai Batang Ayumi. Peristiwa banjir bandang hanya akan dapat dicegah, dihindari dengan mengembalikan seluruh fungsi hutan seperti sediakala. Jika pemerintah tidak menginginkan berbagai bencana sejenis datang, maka pemerintah harus memimpin penyelamatan hutan. Mulai dari penanaman kembali, perawatan, hinggga menjaga setiap pohon yang ada di hutan,” tandasnya. (Yeni)