MEDAN - Program peremajaan (replanting) tanaman kelapa sawit yang digadang-gadang bisa terlaksana awal tahun ini, hingga kini belum jalan. Program yang ditargetkan bisa meremajakan sekitar 1,5 juta hektare perkebunan rakyat masih menunggu disahkannya pedoman umum yang mengatur pelaksanaan replanting.

Sekjen DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo) Asmar Arsjad mengatakan, awalnya replanting sawit akan dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS).

Namun BPDP-KS dinilai tidak kompeten untuk melaksanakannya sehingga diserahkan ke Direktorat Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan).

"Dirjen Perkebunan kemudian yang melaksanakan dan harus ada pedomannya. Itu yang saat ini sedang digodok dan ditargetkan akan rampung bulan April 2017. Tentu diharapkan tidak molor sehingga replanting bisa jalan secepatnya. Pokoknya tahun ini harus jalan," katanya di Medan.

Pedoman umum yang belum rampung, kata Arsyad, nantinya akan berisi tentang pelaksanaan replanting sawit. Diantaranya bagaimana replanting tersebut dilaksanakan, model replanting sesuai dengan lahan masing-masing petani, apakah ada tanaman sela, jaminan hidup petani, finansial, dan lainnya.

Secara keseluruhan, pedoman umum tersebut akan semakin memuluskan petani dalam melaksanakan replanting. Sayangnya, ada kemungkinan pelaksanaan replanting akan mangkrak. Pasalnya, ada persyaratan yang kemungkinan sulit dipenuhi petani.

Persyaratan tersebut yakni harus ada sertifikat tanah, surat keterangan budidaya tanaman, lahan tidak dalam kawasan hutan, dan lahan berpotensi untuk Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

Aturan-aturan ini, kata Asmar, sangat sulit dipenuhi petani terutama terkait sertifikat lahan dan ISPO. Dari seluruh lahan perkebunan sawit rakyat di Indonesia, yang sudah bersertifikat baru sekitar 25%. Dan lahan-lahan tersebut pun belum tentu juga masuk dalam radar replanting. Artinya, lahan belum bersertifikat.