LAMPUNG - Istri Ahmad Ishomuddin, Shally Widyasavitri mengaku sempat menangis saat suaminya menyampaikan niatnya menjadi saksi meringankan Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama.

“Awalnya saya sempat menangis dan mempertanyakan keputusan suami saya. Tetapi, suami saya memberi sejumlah penjelasan kepada saya. Hingga akhirnya saya pun memutuskan untuk mendukung keputusannya,” ujar Shally.

Keputusan Ahmad Ishomuddin menjadi saksi meringankan Ahok harus dibayar mahal. Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul ulama (PBNU) itu telah dipecat dari kepengurusan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Selain itu, ratusan massa mendemo Ishomuddin di kampung halamannya di Lampung. Mereka mendesak agar dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung itu dipecat dan dilaporkan ke polisi.

Seperti diberitakan Radar Lampung, ratusan massa berkumpul di Tugu Adipura, Bandarlampung, Jumat (24/3) menyuarakan keberatan atas kehadiran Ishom -sapaan Ahmad Ishomuddin- dalam kapasitasnya sebagai saksi ahli kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Amir Faisal Sanjaya, koordinator lapangan aksi, menjelaskan, Ishom dianggap turut memberi imbas negatif kepada masyarakat Lampung.

Demi menghindari praduga dan prasangka yang lebih buruk lagi, pada aksi itu terlontar sejumlah sikap tuntutan. Tuntutan yang berulang-ulang terdengar dalam orasi adalah agar Ishom diproses secara hukum.

“Kami meminta kepada pihak kepolisian, apabila ada unsur pidana dalam urusan Ishomuddin ini, tegakkan hukum yang proporsional,” ujar Amir.

Tuntutan lain, rektor IAIN diminta segera mengambil tindakan atas apa yang telah dilakukan Ishom. Yakni dengan memecatnya dari segala urusan di IAIN Raden Intan.

“Selambat-lambatnya 3 x 24 jam dari pernyataan sikap ini. Bila tidak, kami akan menggelar aksi damai mendatangi gedung rektorat IAIN,” tegas Amir.

Sebagai bentuk kritik, dalam aksi tersebut, massa mengumpulkan sejumlah uang receh. Melalui penggalangan koin itu, massa hendak menggambarkan sosok Ishom yang sedang mengemis uang recehan tanpa memandang dampak buruk yang akan muncul.

Terpisah, Radar Lampung kemarin mencoba menemui Ishom di kediamannya di kawasan Wayhalim, Bandarlampung. Suasana rumah itu seolah tidak terjadi apa-apa. Tak ada kerumunan, tidak ada pula penjagaan ketat oleh aparat kepolisian.

Namun, kabar yang beredar, polisi menempatkan anggota berpakaian biasa untuk mengawasi rumah yang berada tepat di persimpangan tersebut.

Nama Ishom sepertinya tidak begitu dikenal warga setempat. Namun demikian, ada beberapa warga yang mengaku tahu dengan sosok Ishom meski tidak mengenalnya secara dekat.

“Orangnya agak tertutup. Mungkin karena dia jarang berada di rumah. Dan status dia di rumah itu sebatas mengontrak,” ujar warga sekitar yang enggan disebut namanya.

Pengakuan kurang dekat dengan warga sekitar juga datang dari pribadi Ishom. “Warga jarang kenal saya, mungkin karena saya sering bertugas ke Jakarta,” jawab Ishom saat ditemui di teras rumahnya.

Meski terlihat santai, dia mengaku belakangan mendapat sejumlah teror. “Kalau teror mah cukup banyak. Ada yang melalui SMS, ada pula yang melalui Whatsapp. Tetapi tidak sampai melakukan perusakan ke rumah,” katanya.

Bahkan, kata dia, siang kemarin sempat ada seorang wanita yang datang ke rumah hanya untuk menghujatnya.

“Dia meminta saya untuk segera bertobat. Tapi saya katakan padanya berhati-hatilah dalam berbicara. Setelah saya jelaskan beberapa hal, dia bisa tenang, lalu pulang,” ujarnya.

Menyikapi tuntutan massa, dia mengaku tidak terlalu memusingkannya. “Silakan saja mereka mau berbicara apa. Saya pun siap atas segala konsekuensi. Saya pun mempersilakan perwakilan aksi untuk datang ke rumah. Yang penting jangan anarkis dan berbicara baik-baik,” katanya.(pjs)