JAKARTA - Senator DI Yogyakarta mengajukan penolakan terhadap pemberlakukan surut (retroaktif) atas perubahan masa jabatan pimpinan DPD RI.

Asas retroaktif perubahan masa jabatan DPD RI tersebut dianggap tidak sesuai dengan aturan hukum dan melanggar UUD 1945. Pelanggaran tersebut akan berakibat pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap DPD RI.

Hal tersebut dijelaskan oleh Senator DI Yogyakarta, Afnan Hadikusumo saat berada di Kantor DPD RI DI Yoyakarta hari Kamis (23/3/2017).

Dirinya secara resmi mengajukan keberatan terhadap pemberlakukan surut tata tertib (tatib) DPD RI baru yang merubah masa jabatan pimpinan DPD RI yang semula 5 tahun menjadi 2,5 tahun.

Dirinya menyoroti dua hal dari perubahan tatib tersebut, yaitu tentang pergantian masa jabatan dan asas retroaktif yang diterapkan dalam pergantian masa jabatan tersebut.

"Masa jabatan pimpinan, saya nggak masuk kesana, tetapi saya lebih ke aturan peralihannya. Aturan peralihannya berlaku surut dan itu bertentangan dengan UUD 1945. Karena bertentangan dengan UUD 1945, maka bagi yang melaksanakan itu bertentangan dengan sumpah dan janjinya ketika dilantik," ucapnya.

Afnan yang juga Ketua PPUU DPD RI tersebut juga menjelaskan bahwa pemberlakuan surut (retroaktif) terhadap sebuah aturan tidak dikenal dalam aturan hukum, baik di tingkat nasional ataupun internasional.

Pemberlakuan aturan menggunakan asas retroaktif akan melanggar asas legalitas secara hukum. Asas retroaktif bertentangan dengan substansi konstitusi sebagiamana yang diatur dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945.

Dampak dari penerapan asas retroaktif ini adalah menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan hak-hak individu/orang lain yang terkena aturan tersebut.

"Sistem itu merugikan karena akan menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap DPD RI. Kalau kita memberlakukan itu, maka masyarakat akan menilai DPD RI tidak mengerti aturan hukum yang berlaku di tingkat nasional maupun internasional, dan dianggap tidak membaca UUD 1945,” tegasnya. ***