MEDAN-Kementerian Perhubungan akan memberlakukan aturan baru terhadap transportasi/taksi berbasis aplikasi, taksi online.

Sekretaris Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Padian Adi S Siregar angkat bicara dalam konteks perlindungan konsumen dan dalam rangka sistem transportasi yang keberlanjutan.

Menurutnya, regulasi baru tersebut bisa dipahami tapi dengan beberapa catatan kritis.

Pertama; Prinsip dasar dalam bertransportasi adalah keselamatan, aksesibilitas, keterjangkauan, terintegrasi, kenyamanan dan keberlanjutan. Sejauh ini, taksi berbasis aplikasi baru menjawab terhadap satu poin saja, yakni aksesibilitas. Konsumen dengan (relatif) mudah mendapatkan taksi online daripada taksi konvensional.

Kedua; Sedangkan aspek yang lain, taksi online belum mampu menjawab kebutuhan dan perlundungan pada konsumen yang sebenarnya. Misalnya, belum mempunyai standar pelayanan minimal yang jelas, baik untuk armada dan sopirnya. Tarif taksi online juga tidak bisa dibilang murah, bahkan bisa lebih mahal daripada taksi konvensional.

Sebab taksi online memberlakukan tarif berdasarkan jam sibuk (rush hour) dan non rush hour. Pada rush hour tarif taksi online jauh lebih mahal apalagi dalam kondisi hujan. Jadi untuk diberlakukan tarif bawah taksi online secara praktis tidaklah kesulitan karena selama ini secara tidak langsung justru sudah menerapkan tarif batas bawah dan batas atas.

Ketiga; Justru yang harus disorot adalah bagaimana mekanisme pengawasan terhadap implementasi tarif batas atas dan batas bawah tersebut. Aparat penegak hukum akan kesulitan melakukan pengawasan dan penegakan hukum jika terjadi pelanggaran.