TAPSEL-Terkait pembangunan Sutet (Saluran Udara Trgangan Ekstra) yang dilakukan oleh PT PLN (Perusahaan Lisrik Negara) untuk GI (Gardu Induk) Sarulla - Padangsidimpuan dengan tegangan 275 kv (kilo volt) telah selesai dikerjakan pada tahun 2016 lalu.

Terlihat apabila kita melewati wilayah ini (Sarulla - Padangsidimpuan) puluhan tower sutet penghubung kabel berdiri dipinggir jalan termasuk diwilayah Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan, kabel sutet yang terbentang itu lah yang umumnya melintang diatas tanah kebun maupun sawah masyarakat yang masih produktif.

Dalam hal pembangunan maupun penarikan kabel sutet yang melewati tanah ataupun bangunan milik warga tersebut sudah ada aturan biaya ganti rugi/kompensasi yang diatur dalam Keputusan Menteri (Kep Men) Pertambangan dan Energi No. 975 K/47/MPE/1999 tentang perubahan peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 01.P/47/M.PE/1992 tentang Ruang Bebas SUTT/SUTET untuk Penyaluran Tenaga Listrik. Kep Men no. 975 ini menyatakan bahwa tanah dan bangunan yang telah ada sebelumnya di bawah proyeksi ruang bebas SUTT/SUTET akan mendapatkan kompensasi.

Berdasarkan aturan Kep Men tersebut tadilah sebagian masyarakat di wilayah yang dilalui pembangunan jaringan SUTET GI Sarulla - GI Padangsidimpuan merasa ada ketidak beresan terkait pembayaran kompensasi yang menjadi hak masyarkatsampai sekarang belum mereka terima. Seperti yang dialami oleh 4 orang warga kelurahan Sipirok Godang kecamatan Sipirok kabupaten Tapanuli Selatan ini yakni, Parmonangan Sihombing, Amin Pakpahan, Nazaruddin Siregar dan Pagar Batu Hutabarat. 

Tanah kebun yang mereka garap merupakan lintasan kabel Sutet yang terhubung antara Span Tower 110 -111, ditanah kebun ini mereka memiliki tanaman kopi ateng yang telah berproduksi dengan banyak pohon yang berbeda. Akan tetapi sudah hampir 1 tahun sejak pihak PLN menyurvei tanah kebun mereka dan telah terbukti terdampak pembangunan Sutet ini belum menerima pencairan biaya kompensasi mereka, seperti yang dituturkan oleh Amin Pakpahan.

"Kami berempat sudah turun kelapangan (kebun) bersama Edi dari pihak PLN menyurvei kebun kami dan pihak PLN telah menyetujui dan membenarkan adanya tanaman yang rusak terkait pembangunan SUTET itu dan kwitansi pembayaran kompensasi pun telah kami tanda tangni dan terima sesuai aturan yang pihak PLN buat, tapi kenapa sampai sekarang sudah hampir setahun uang yang harusnya kami terima sesuai dengan yang tertera dikwitansi pembayaran belum kami terima," jelas Amin.

Sesuai dengan amatan wartawan dilapangan saat proses pembayaran kompensasi memang masyarakat terlebih dahulu menandatangani kwitansi pembayaran lalu kemudian uang akan ditrasfer melalui reckening masyarakat, hal ini dilakukan untuk mencegah adanya kecurangan kecurangan dari pihak yang tak bertanggung jawab.

"Kami sudah menghubungi Edi (pihak PLN) yang menjadi tim survei, Edi mengarahkan untuk menghubungi bagian pembayaran yang bernama Ronal akan tetapi tidak ada kejelasan dan kepastian kapan uang kompensasi tersebut akan diterima. Uang tersebut akan kami bayarkan, tak mungkin PT PLN lari dari tanggung jawabnya " jelas Amin sesuai pembicaraannya dengan Edi.

Mereka berempat (pemilik kebun) berucap, "Sampai kapan kami harus menunggu pak ? Kami ini memang masyarakat biasa kepada siapa lagi kami harus mengadu. Disini kami merasa dibohongi, pemerintah seharusnya mperhatikan itu. Kami hanya contoh dari sekian banyak masyarakat yang nasibnya sama seperti kami, sepertinya banyak kecurangan yang terjadi dalam proses pembayaran kompensasi ini dan ada baiknya BPK (Badan Pemeriksa Keuangan atau pun KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi ) atau pihak terkait memeriksa proses pembayaran kompensasi itu karna ada dugaan unsur korupsinya akibat permainan pihak pihak yang mengurus," keluh mereka.