MEDAN -  Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu angkat bicara terkait kasus penganiayaan jurnalis oleh TNI-AU saat meliput demo warga Sari Rejo pada Kamis (15/8/2016) tahun lalu. Partogi mengatakan, terhitung sejak Pebruari 2017, ada tiga korban yang menerima perlindungan langsung dari LPSK. Perlindungan itu meliputi pemenuhan hak prosedural berupa pendampingan hak informasi kepada pemohon perlindungan.

Menurut dia, bila pemohon perlindungan menjalani proses pemeriksaan, baik penyidikan dan persidangan di pengadilan akan didampingi LPSK.

“Bila ada informasi yang diterima LPSK terkait perkembangan kasus, juga akan diberi tahu   dan juga LPSK memberikan bantuan psikologis bila ada trauma dari korban yang masih diperlukan untuk pemulihan,” katanya ketika dikonfirmasi GoSumut lewat sambungan telepon, Kamis (23/3/2017).

Ia mengungkapkan, untuk proses pemantauan perkembangan kasus, diakui Edwin bahwa LPSK secara regular akan terus melakukan komunikasi dengan TNI AU. “Saat ini kita menunggu proses kelanjutan dari penetapan tersangka, dan proses hukum ini harapannya bisa berakhir di pengadilan," ungkapnya.

Selain itu, ia berharap, proses hukum terkait kasus ini dapat memberi efek jera kepada para pelaku tindak kekerasan terhadap jurnalis yang sedang melakukan tugas peliputan. "Kemudian kasus ini juga bisa memberikan efek jera kepada para pelaku,” harapnya.

Sebagaimana diketahui,  beberapa jurnalis yang menjadi korban kekerasan TNI AU dan sudah membuat laporan ke POM AU Lanud Soewondo yaitu Array Argus (Harian Tribun Medan), Teddy Akbari (Harian Sumut Pos), Fajar Siddik (medanbagus.com), dan Prayugo Utomo (menaranews.com), dan Del (matatelinga.com) satu-satunya korban yang mendapat pelecehan. Mereka memberikan kuasa hukum kepada Tim Advokasi Pers Sumut dengan perkara yang dilaporkan, yakni pelanggaran Pasal 351 jo Pasal 281 KUHP Jo Pasal 170 KUHP Jo. Pasal 18 ayat 1 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sedangkan korban lainnya yakni Andry Safrin (MNC News) menggunakan kuasa hukum dari Tim Pembela Muslim (TPM). Sementara para jurnalis yang menjadi korban kebuerutalan oknum Paskhas TNI-AU resmi meminta perlindungan kepada LPSK pada Kamis (29/9/2016).

Begitupun, hingga kini, penanganan kasus tersebut belum jelas. Sebab, oknum pelaku penganiayaan itu masih bebas berkeliaran.