JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menggelar sidang dugaan suap Country Director PT Eka Prima Ekspor (PT EKP) Ramapanicker Rajamohanan Nair terhadap Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno, Senin (20/3) kemarin. Dalam sidang ini, salah satu saksi yang dihadirkan adalah Arief Budi Sulistyo yang tak lain adalah adik ipar Presiden Jokowi.

Arief dihadirkan sebagai saksi dari Ramapanicker. Selain Arief juga dihadirkan Handang Sukarno, Yustinus, dan Andreas.

Dalam sidang, Arief mengaku pernah melakukan pertemuan dengan Ramapanicker saat berada di Solo. Namun, adik ipar Jokowi ini membantah jika pertemuan itu terkait pemberian uang suap untuk penghapusan pajak perusahaan PT EKP.

"Pernah (bertemu dengan Rajamohanan)," singkatnya di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat.

Pertemuan berlangsung di salah satu rumah makan itu, diklaim Arief untuk membahas investasi pertanian jambu mete yang akan dilakukan Rajamohanan di Solo. Kepada hakim, ipar Jokowi ini mengaku tak menerima sesuatu barang atau uang dari bos PT EKP dalam pertemuan tersebut.

"Setelah makan kita pisah masing-masing. Semua barang (bawaan Rajamohanan) diturunkan. Tidak pernah ada pembicaraan soal pembayaran," ucap ipar Jokowi.

Di hadapan majelis hakim, Arief kembali membantah disebut terlibat dalam kasus dugaan suap penghapusan pajak senilai lebih dari Rp 1 miliar itu. Ia mengaku hanya sebatas membantu sebagai penghubung antara Rajamohanan dan Handang untuk masalah penyelesaian pengampunan pajak (tax amnesty).

Arief lantas meminta kelengkapan dokumen milik PT EK Prima yang kemudian diserahkan kepada pegawai pajak di Kementerian Keuangan, Handang Soekarno melalui pesan WhatsApp. Dia mengaku tidak mengetahui kelanjutan kepengurusan tax amnesty antara Rajamohanan dengan Handang.

"Setelah saya kirim ke Pak Handang, saya sendiri tidak mendapat informasi dari Pak Handang apa yang dilakukan pengurusan tax amnesty Pak Mohan terkait dokumen yang kami kirimkan," kilah Arief.

Tak berbeda dengan Arief, Direktur PT EKP Ramapanicker Rajamohanan Nair juga mengakui akan adanya pertemuan. Namun dia membantah pertemuannya dengan ipar Presiden Joko Widodo di Solo itu guna memberikan uang terkait kasus dugaan suap penghapusan pajak Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno.

Ia berdalih, uang tersebut akan gunakan untuk investasi pabrik pengolahan kacang mete di Solo.

"Saya mau beli lahan untuk bangun pabrik pengupas kacang mete di Wonogiri," kata dia saat berada di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (20/3).

Bahkan, Rajamohanan mengaku membawa pulang kembali uang senilai Rp 1,5 miliar yang disimpan di dalam koper tersebut. Lantaran tidak bertemu dengan pihak yang akan menjual lahan pengolahan kacang mete tersebut.

"Saya bawa (uang), tapi orang desa enggak datang. Akhirnya saya bawa pulang lagi. Karena orang desa mau lihat saya bawa uang baru percaya. Orang desa kan biasa begitu," susul Rajamohanan kepada awak media.

Selain itu, Rajamohanan juga mengakui telah meminta bantuan kepada adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi), Arief Budi Sulistyo. Rajamohanan minta bantuan untuk mengurus permasalahan tax amnesty perusahaan miliknya.

"Enggak ada hubungan apa-apa. Sebenarnya tax amnesty enggak boleh (ada) hambatan. Saya minta bantuan Pak Arief karena saya tax amnesty saya ditolak. Menurut mereka enggak boleh ditolak. Itu saya minta bantuan sebagai teman," jelasnya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menyebut ada peran Arief Budi Sulistyo sebagai perantara suap kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Handang Soekarno dari Country Director PT EKP Ramapanicker Rajamohanan Nair.

"Nama yang muncul yaitu Arief Budi Sulistyo dalam rangkaian peristiwa ini diduga sebagai mitra bisnis terdakwa, dan mengenal pihak-pihak di Direktorat Jenderal Pajak," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, seperti dilansir Antara, Selasa (14/2).

Lembaga antirasuah bisa membuktikan keterkaitan antara Arief dengan terdakwa Haniv yang merupakan pegawai Ditjen Pajak. Termasuk hubungannya dengan pihak lain.

Dalam dakwaan, Country Director PT EKP Ramapanicker Rajamohanan Nair diduga menyuap Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno sebesar USD 148.500 (Rp 1,98 miliar) dari komitmen Rp 6 miliar untuk Haniv dan Handang.

Suap itu digunakan untuk menghapus Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN) masa pajak Desember 2014 sebesar Rp 52,364 miliar dan Desember 2015 sebesar Rp 26,44 miliar atau total Rp 78,8 miliar

Haniv selaku Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus atas nama Direktur Jenderal Pajak pun menerbitkan Surat Keputusan Nomor : KEP-07997/NKEP/WPJ.07/2016 tertanggal 2 November 2016 tentang Pembatalan Surat Tagihan Pajak Nomor : 00270/107/14/059/16 tanggal 06 September 2016 masa pajak Desember 2014 atas nama Wajib Pajak PT EKP dan Surat Keputusan Nomor: KEP-08022/NKEP/WPJ.07/2016 tertanggal 3 November 2016 tentang Pembatalan Surat Tagihan Pajak Nomor : 00389/107/14/059/16 tanggal 06 September 2016 masa pajak Desember 2015 atas nama Wajib Pajak PT EKP, yang diterima Rajamohanan pada 7 November 2016.

Dalam dakwaan disebutkan Arief yang merupakan PT Rakabu Sejahtera itu berperan untuk mempertemukan dengan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi yang menyampaikan keinginan Rajamohanan. Arief diketahui punya hubungan kekerabatan dengan Presiden Joko Widodo.(mdk)