JAKARTA - Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Keuangan dianggap mempersulit para calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan keluarnya Surat Edaran (SE) Nomor IMI-0277.GR.02.06 Tahun 2017 tentang Pencegahan TKI Nonprosedural.

Melalui SE tersebut, imigrasi mengharuskan calon TKI memiliki saldo minimal dalam tabungan sebesar Rp 25 juta. Hal ini ditujukan untuk mencegah TKI menjadi korban perdagangan orang.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan sebelum menerapkan peraturan itu, semestinya pemerintah terlebih dahulu melakukan kajian terhadap berbagai aspek terkait.

Sebab, pemberangkatan TKI ke luar negeri dinilai memiliki persoalan yang cukup kompleks. Minimnya saldo rekening dipastikan bukan satu-satunya masalah yang menyebabkan terjadinya human trafficking.

"Dengan pemberlakuan aturan itu, dikhawatirkan TKI yang diberangkatkan secara baik melalui prosedur yang benar juga akan mengalami kesulitan. Apalagi, semua tahu bahwa sebagian calon TKI ke luar negeri karena tidak memiliki pekerjaan di Indonesia. Dengan mewajibkan simpanan 25 juta, tentu itu sulit didapatkan," kata Saleh di Jakarta, Minggu (19/3).

Selain itu, para calon TKI juga harus menalangi biaya pemberangkatannya. Mulai dari dokumen visa, tiket, dan lain-lain. Selama ini, pemerintah sudah mematok biayanya sebesar 16 juta.

"Kalau ditambah lagi dengan simpanan Rp 25 juta, tentu itu angka yang sangat besar," tegasnya.

Politikus PAN ini justru mendorong diutamakannya pembenahan, pengawasan, dan pengendalian Perusahaan Pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). Termasuk memastikan bahwa PPTKIS itu menjalin kerja sama dengan agen yang baik dan bertanggung jawab di luar negeri.

"Untuk menghindari human trafficking, menurut saya, lebih baik mulai difokuskan pada pembenahan PPTKIS. Jika ini benar dan dipercaya, tentu kekhawatiran human trafficking itu menjadi kecil," sebutnya.

Saleh menambahkan, bila kebijakan saldo minimal itu tetap dijalankan, justru dikhawatirkan para TKI akan mencari jalan untuk memenuhinya. Misalnya, dengan mengajukan pinjaman dengan menggadaikan berbagai hal yang dimiliki.

"Jika berhasil di luar negeri, mungkin itu bisa di atasi. Tetapi kalau sebaliknya, dikhawatirkan akan jadi beban sekembalinya ke tanah air," pungkas politikus asal Sumatera Utara ini.(fat/jpnn)