JAKARTA - TKI asal Cirebon, Masamah binti Raswa Sanusi, akhirnya bebas dari sanksi hukuman mati di Arab Saudi atas dakwaan pembunuhan bayi majikannya yang masih berusia 11 bulan. Lolosnya Masamah dari hukuman mati berkat adanya pengampunan dari keluarga majikannya saat itu.

Dalam persidangan di Pengadilan Provinsi Tabuk, Arab Saudi pada 13 Maret 2017 lalu, hakim di pengadilan tersebut memberi pengampunan kepada Masamah karena keluarga bekas majikannya memaafkan.

Proses hukum terhadap Masamah sendiri berlangsung panjang. Pelaksana Fungsi Konsuler III KJRI Jeddah Rahmat Aming mengatakan, kasus yang dialami Masamah bermula dari tuduhan membunuh anak majikannya yang masih berusia 11 bulan pada tahun 2009. Masamah yang baru bekerja 7 bulan itu akhirnya ditahan di Penjara Tabuk, Arab Saudi.

Rahmat mengatakan, Masamah sempat divonis hukuman kurungan selama 5 tahun. Namun jaksa penuntut umum menyatakan banding yang kemudian dikabulkan oleh Mahkamah Banding. Selanjutnya Mahkamah Tabuk kembali menggelar persidangan hingga tahap akhir persidangan.

Sejak kasus ini bergulir, majikan/ahli waris korban berkukuh menuntut Masamah dengan hukuman mati qishah yang berlaku di Arab Saudi. Hasil sidang pada tanggal 26 Februari 2017 menetapkan bahwa sidang yang digelar tanggal 13 Maret 2017 sedianya menjadi tahap pembacaan vonis terhadap terdakwa.

Namun, hakim ternyata masih mempertimbangkan untuk menggali lebih dalam keterangan dari saksi-saksi yang dulu pernah mengikuti jalannya sidang, termasuk keterangan dari Kepala Mahkamah Umum Tabuk terkait legalitas pengakuan Masamah sebelumnya.

"Kami terus-menerus berupaya menempuh berbagai cara damai dengan melakukan pendekatan kepada majikan agar beliau mengubah pendiriannya (menarik tuntutannya). Kasihan kan Masamah sudah begitu lama dipenjara dan tidak ada bukti kuat bahwa dia pelakunya," ucap Rahmat Aming diberitakan Liputan6.com, Kamis (16/3/2017).

Masamah sendiri dalam beberapa kali persidangan membantah dakwaan membunuh anak sang majikan.

"Saya sama sekali tidak membunuh Marwah (anak majikan). Waktu kejadian itu saya tinggalkan Marwah sebentar untuk ke dapur bikin susu buat dia. Tapi waktu kembali, saya temukan dia telah meninggal," tegas Masamah saat di persidangan.

Masamah tetap pada pendirian bahwa dirinya tidak pernah membuat surat pernyataan atau pengakuan membunuh. "Waktu itu saya hanya disuruh tanda tangan saat di kantor polisi, enggak tahu itu isinya apa," jawab Masamah yang mengaku tidak didampingi penerjemah saat dirinya diperiksa penyidik delapan tahun tahun silam.

Rahmat mengatakan, pihak KJRI terus berupaya melakukan pendekatan kepada mantan majikan Masamah agar memaafkan Masamah. Namun saat itu pihak keluarga belum mau memaafkan TKI asal Cirebon itu.

Tanpa diduga, saat persidangan terakhir, ayah korban yang bernama Ghalib sambil terisak meneteskan air mata mengangkat tangan.

"Tanazaltu laha liwajhillah" (aku maafkan Masamah karena mengharap pahala dari Allah)," ucapnya sambil terisak dengan suara terbata-bata.

Dengan sedikit terkejut, hakim menanyakan secara berulang kepada Ghalib terkait pernyataan pemaafan (tanazul) terhadap Masamah.

Ghalib menyampaikan bahwa dirinya dengan penuh kesadaran dan ikhlas telah memaafkan Masamah tanpa syarat dan tanpa meminta uang diyat sama sekali. Dia hanya berharap kebaikan buat dirinya dan Masamah.

"Akhirnya, majelis hakim mencatat pernyataaan tanazul dari ayah korban dalam persidangan hari itu," kata Rahmat.

Dengan tanazul ini, Masamah telah dinyatakan bebas dari tuntutan hak khusus, yaitu hukuman mati qishas.

"Alhamdulillah, semoga saya bisa segera bebas dan pulang ke keluarga di Tanah Air. Terima kasih safarah (KJRI)," ujar Masamah saat meninggalkan ruang sidang siang itu.

Sidang terakhir ini menjadi antiklimaks dari rentetan proses hukum yang berjalan selama hampir 8 tahun.

"Terbebasnya Masamah merupakan buah dari sekian upaya strategis KJRI Jeddah dalam memberikan makna kehadiran negara bagi WNI di Arab Saudi," kata Rahmat Aming.(lpc)