JAKARTA - Sidang kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok) kembali digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (14/3) kemarin. 

Kubu Ahok menghadirkan sejumlah saksi di persidangan untuk memberikan keterangan. Dengan harapan saksi-saksi tersebut dapat meringankan atau bahkan membebaskan Ahok dari tuduhan kasus penistaan agama.

Penasihat hukum Ahok menghadirkan mantan Ketua Panitia Pengawasan Pemilu (Panwaslu) Bangka Belitung tahun 2007, Juhri ke persidangan. Menurutnya, selalu ada selebaran yang menyerukan memilih pemimpin seiman saat ada orang non-muslim mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

"Kalau ada kandidat (gubernur) non muslim pasti muncul selebaran ini (di Bangka Belitung). Kalau muslim (semua calon gubernurnya), pasti enggak muncul (selembarannya)," kata Juhri saat bersaksi.

Dia menambahkan, dalam pesta demokrasi kala itu ada lima pasangan calon yang maju ingin menjadi Gubernur Bangka Belitung. Sedangkan calon gubernur beragama non-muslim saat itu hanya Ahok. Namun calon wakil gubernur yang beragama non-muslim juga ada satu orang, yakni bernama Anton Gozali yang beragama Budha.

Juhri mengungkapkan, selebaran menyerukan memilih pemimpin seiman itu memang tidak menyebutkan nama Ahok. Tapi pemimpin yang dimaksud dalam selebaran itu selalu menuju ke calon gubernur, bukan ke calon wakil gubernur yang beragama non muslim.

Menurut Juhri, Ahok tidak melakukan pembalasan walaupun mendapatkan kerugian dengan adanya selebaran tersebut. Bahkan, tim pemenangan juga tidak melaporkannya kepada Panwaslu.

Dia mengungkapkan, hanya saja pihak Ahok menghadirkan mantan Ketua Umum PKB Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam kampanye. Kala itu, Gus Dur menerangkan bahwa tidak ada masalah jika seorang muslim memilih pemimpin daerah non-muslim.

"Saya setuju dengan apa yang disampaikan Gus Dur," katanya.

Tak hanya keterangan Juhri saja yang seolah meringankan dan ingin membebaskan Ahok dari tuduhan kasus dugaan penistaan agama, teman sepermainan Ahok pun juga turut dihadirkan dalam persidangan. Kubu Ahok menghadirkan Fajrun yang merupakan teman sepermainan Ahok sejak masih SD.

Fajrun menceritakan, dirinya tinggal sekitar 200 meter dari rumah Basuki atau akrab disapa Ahok itu. Dalam kesehariannya, mantan politisi Gerindra itu tidak pernah memilih-milih saat akan memberikan bantuan.

"Beliau sangat sosial, tidak (hanya) kepada yang non-muslim, kepada yang muslim beliau sangat sosial," katanya.

Dia mengungkapkan, sifat sosial Ahok pernah diwujudkan dengan memberangkatkan sejumlah orang Islam di Bangka Belitung untuk ibadah umrah. Sehingga Fajrun tidak yakin jika temannya itu melakukan penodaan agama Islam karena tak pernah bicara kasar atau menyinggung orang muslim di Bangka Belitung Timur.

"Menurut saya, beliau tidak menistakan agama Islam dan Surat Al-Maidah (ayat) 51, serta ulama-ulama. Intinya omongan beliau supaya orang-orang yang ada di situ jangan dibohongi sama orang yang mempergunakan Surat Al-Maidah itu untuk keperluan yang bukan-bukan," jelasnya.

Selain itu, penasihat hukum juga menghadirkan sopir Ahok. Tak jauh berbeda dengan keterangan teman main Ahok, sopir Ahok yang bernama Suyanto memberikan kesaksian yang meringankan.

Suyanto yang merupakan warga Bangka Belitung Timur itu pernah bekerja dengan Ahok sebagai sopir sejak 2007. Dalam persidangan, Suyanto menceritakan ketika Ahok mengingatkan dirinya untuk menunaikan ibadah Salat Jumat.

"Pak Basuki bilang waktu itu, 'sudah kamu salat dulu, saya tunggu di mobil'," katanya.

Suyanto mengungkapkan kedekatannya dengan Ahok. Bahkan dalam satu waktu, Ahok pernah mengajaknya untuk tidur satu kamar dengannya. Mengingat semenjak bekerja dengannya, dia kerap menginap di kediamannya.

Pada kesempatan yang sama, Suyanto sempat mengungkapkan, adanya selebaran yang menyerukan agar memilih pemimpin seiman. Namun, dia mengaku tidak membaca selebaran tersebut sehingga tak bisa memberikan penjelasan.

"Saya tahu di warung kopi saja. Saya enggak mau baca dan gak sempat nonton soal Pak Basuki," tutupnya.

Ahok beberapa kali tertawa melihat sopir yang memberikan kesaksian. Terutama saat sopirnya ditegur hakim.

Hakim sempat meminta Suyanto menceritakan sosok Ahok dalam kesehariannya. Dia menjawab, setelah selesai, Suyanto lalu melirik ke arah Ahok yang duduk di sebelah kanannya. Ulah Suyanto langsung ditegur hakim.

"Enggak usah lirik-lirik (ke arah Ahok) Pak. Masih ada di situ kok," kata Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto.

Sedangkan saksi ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej mengaku ragu jika Ahok bersalah. Alasannya karena apakah bukti yang ada di tangan penyidik sebenarnya cukup untuk menjerat mantan Bupati Belitung Timur itu.

"Sudah gelar perkara itu setelah saya diperlihatkan video kemudian diperlihatkan buku yang ditulis pak Ahok. Dalam BAP itu saya katakan berdasarkan apa yang ada, yang saya lihat, saya baca di situ saya katakan bahwa patut diduga," katanya.

Pada sidang yang ke-15 tanggal 21 Maret 2017 nanti, penasihat hukum terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama rencananya akan menghadirkan empat saksi ahli. Saksi nantinya akan memberikan keterangan yang dapat meringankan kliennya. Namun, dia masih belum mengungkapkan siapa nama-nama pihak yang akan hadir.

"Minggu besok ada empat ahli dari berbagi bidang, namanya akan kami susulkan hari besok dalam koordinasi kami dengan JPU (Jaksa Penuntut Umum)," kata salah satu penasihat hukum Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (14/3).

Untuk diketahui, saat ini Ahok berstatus sebagai terdakwa dalam perkara dugaan penistaan agama. Pernyataannya terkait Surat Al-Maidah Ayat 51 membawanya ke meja hijau. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan Pasal 156 a KUHP tentang penistaan agama dengan ancaman penjara paling lama lima tahun. (mdk)