JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Ramson Siagian meminta pemerintah mencari jalan keluar di tengah polemik freeport dan PP No.1 tahun 2017 sesuai dengan realitas yang dihadapi sekarang.

Menurutnya, Pemerintah Jokowi bisa dengan merevisi UU Minerba. Tapi, sebagai solusi awal pemerintah bisa juga mengeluarkan Perppu (Peraturan Pemerintah Oengganti Undang-Undang), agar freeport tersebut memberi manfaat bagi negara dan rakyat Indonesia.

"Persoalannya pemerintah tidak bisa melaksanakan UU Minerba itu sendiri. Sehingga mengeluarkan PP No.1 tahun 2012. Karena itu UU itu harus direvisi dan jalan keluar yang paling cepat adalah mengeluarkan Perppu," tegas politisi Gerindra itu dalam forum legislasi "Implemantasi UU Minerba, untuk Masa Depan Bangsa dan Negara" bersama anggota Komisi VII DPR Fraksi Gerindra Ramson Siagian, dan Direktur Eksekutif INDEF  Enny Sri Hartati di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (14/3/2017).

Karena itu kata Ramson, sekarang ini pemerintah mencari solusi agar tidak terjadi polemik terus-menerus. "Makanya kita tidak lagi beretorika, tapi harus secepatnya ada solusi demi kepentingan negara, rakyat dan investor sendiri, agar saling menguntungkan dan investasi terus meningkat," ujarnya.

Sementara itu, Enny Sri Hartati mengatakan, jika negara kita ingin dunia usaha konsisten maka pemerintah juga diminta harus konsisten.

Persoalannya selama ini pemerintah konsisten tidak? Seperti UU Minerba No.4 tahun 2009 pasal 103 dan 170 dimana ada waktu sampai tahun 2014, tapi tidak dilaksanakan. Lalu mengeluarkan PP No.1 tahun 2012, dan kini mengeluarkan PP yang sama No.1 tahun 2017 dengan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus).

Dan, PT Freeport bersedia mengakhiri rezim kontrak karya (KK) yang sudah berumur 50 tahun itu dengan mengubah statusnya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Itu artinya kata Enny, UU Minerba itu tidak dijalankan selama ini. Sama halnya dengan sosialiasi ‘Tax amnesty’ melalui ancaman-ancaman. Padahal, jangankan diancam, pajak dengan insentif saja tidak jalan dengan maksimal.

  Untuk polemik smelter itu menurut Enny, kalau juga belum dibangun tetap harus ada solusi. Sebab, sayang kalau potensi ekonominya tinggi, dan tidak diekspor, akibat tidak ada pengolahan di Indonesia, maka kita akan rugi. "Yang penting pengolahan tambang freeport itu memberi nilai ekonomi. Sehingga tidak harus menunggu dibangunnya smelter," jelasnya.

Padahal, pemerintah kalau mempunyai komitmen baik bisa membangun sendiri sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD NRI 1945. Dimana bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah untuk kemakmuran rakyat, maka harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Denganmengolah sendiri menurut Enny, maka pemerintah bisa memantau jumlah produksi dan kekayaan freeport selama ini.

"Kalau selama ini tidak tahu berapa kekayaan freeport yang diproduksi. Karena itu pemerintah harus mempunyai komitmen sesuai dengan amanat UU Minerba. Kalau berhasil mengolah tambang emas freeport itu, maka akan menjadi basis industri,” ungkapnya.

Dengan demikian pengelohan sumber daya alam (SDA) itu harus menjadi bagian dari infrastruktur yang terprogram karena akan berdampak ekonomi ekonomi, sosial, dan politik untuk Indonesia ke depan. "Penerimaan negara akan meningkat, tak ada lagi celah (loopholes) untuk dimanipulasi oleh asing, dan mengetahui jumlah yang diproduksi. Karena itu dibutuhkan regulasi sebagai payung hukum untuk menutup celah manipulasi itu," pungkasnya. ***