MEDAN - Guna mengejar bonus demografi ditahun 2030, pemerintah saat ini kembali menggalakkan program Keluarga Berencana (KB). Namun begitu, pengamat sosial Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Mujahiddin S.Sos MSP, menilai program tersebut justru terkesan diskriminatif khususnya bagi warga miskin. Mujahiddin menjelaskan, pemerintah memang memiliki kekhawatiran akan terjadinya lonjakan penduduk dikemudian hari bila KB tidak diterapkan. Sehingga, hal tersebut harus dilakukan, yakni dengan menekan angka kelahiran di kawasan masyarakat berpenghasilan rendah seperti yang berlaku pada kampung KB.

"Program KB masih diskriminatif bagi warga miskin. Dari sisi keadilan, tentu hal ini tidak adil," ungkapnya kepada wartawan, Senin (13/3/2017)di Medan.

Lebih lanjut, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) ini, menyebutkan, ditekannya laju pertumbuhan penduduk bagi warga miskin, ialah agar beban pemerintah tidak terlalu besar. Sehingga, alih-alih memberikan fasilitas bagi warganya, pemerintah lebih memilih untuk menekan laju pertumbuhannya.

"Harusnya fasilitas seperti pendidikan itu yang diberikan. Tapi faktanya, masyarakat tidak mendapatkan fasilitas itu, sehingga dipilihlah KB," jelasnya.

Seperti pegawai negeri sipil (PNS), ujar Mujahidin, pemerintah menjamin mereka bahkan hingga anak ketiga. Berbeda dengan warga miskin, fasilitas seperti itu sama sekali tidak diberikan bahkan untuk satu orang anak pun.

Padahal, menurut Mujahidin, setiap warga negara seharusnya mendapatkan perlakuan yang setara. Karena itulah menurut dia, fungsi keberadaan negara hadir bagi warganya.

"Jika warga kelas menengah keatas dianggap mampu untuk menghasilkan sumber daya manusia. Sedangkan warga miskin standard gizi pun belum tentu di dapatkan," pungkasnya.

Sementara itu, Humas Perwakilan BKKBN Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Janter Sitorus mengatakan, untuk program KB bagi yang mampu, biasanya mereka langsung ke kinik atau dokter.

"Untuk program pelayanan kita kan harus di data dulu, mungkin mereka tidak mau repot menunggu," katanya.

Namun begitu, Janter membantah apabila pelayanan KB hanya ditujukan kepada masyarakat miskin atau tingkat ekonominya rendah saja.

"Tidak ada diskriminatif, semua dilayani kalau mau datang ke pelayanan," tandasnya.